ANALISIS

Benarkah Tambahan Utang Pemerintah Rp5.125 T di Era Jokowi Bermanfaat?

CNN Indonesia
Selasa, 06 Jun 2023 07:42 WIB
Ekonom menyebut tambahan utang pemerintah sebanyak Rp5.125 triliun di era Jokowi tak efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pengamat pertambahan utang Rp5.125 triliun di era Jokowi tak efektif karena gagal mendorong pertumbuhan rasio perpajakan dan ekonomi. (REUTERS/WILLY KURNIAWAN).

Sementara itu, Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan indikator utang efektif tidak hanya sekedar dilihat dari banyaknya proyek
pembangunan infrastruktur atau masifnya pemberian bansos. Namun bagaimana utang mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi dan kemudian meningkatkan penerimaan perpajakan.

Ia menyebut indikator utang efektif adalah meningkatnya tax ratio yang mampu membayar beban utang.

"Dari ukuran tersebut, utang kita saat ini sangat tidak efektif. Stok utang yang terus meningkat, dari kisaran 25 persen dari PDB pada 2014, menjadi kini di 2022 di kisaran 40 persen dari PDB, tidak diiringi dengan kenaikan kapasitas fiskal. Tax ratio kita sejak lama stagnan hanya di 10 persen dari PDB," kata Yusuf.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yusuf mengatakan utang baru yang besar pada era Jokowi bisa berdampak pada kenaikan beban bunga utang yang fantastis. Ia menyebut beban bunga utang pemerintah pada 2021 hanya Rp133 triliun dan pada 2022 naik menjadi Rp400 triliun. Pada tahun ini beban utang diperkirakan menembus Rp441 triliun.

Yusuf menjelaskan dengan pembayaran bunga utang pemerintah yang kini sudah diatas Rp400 triliun per tahun, maka beban bunga utang lebih dari 20 persen penerimaan pajak. Dengan kata lain, lebih dari seperlima penerimaan perpajakan habis hanya untuk membayar bunga utang saja.

"Beban bunga utang pemerintah ini jauh di atas angka yang aman di kisaran 7-10 persen dari penerimaan perpajakan," kata Yusuf.

Yusuf menyebut beban utang pemerintah yang terus meningkat bisa membuat potensi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang akan semakin melemah. Hal ini lantaran beban bunga utang yang tinggi membuat belanja publik menjadi sangat tidak berpihak pada orang miskin atau pro-poor.

Misalnya saat pandemi covid-19 di 2020, rakyat sangat membutuhkan bantuan, namun hampir 25 persen penerimaan perpajakan justru habis untuk membayar bunga utang.

"Dengan pembayaran bunga utang yang masif, sebagian besar anggaran publik mengalir hanya ke segelintir elit pemilik kapital sehingga daya beli rakyat dan permintaan agregat menjadi selalu tertekan, pertumbuhan ekonomi kita tidak pernah optimal. Sejak lama pertumbuhan ekonomi kita stagnan di kisaran 5 persen per tahun," kata Yusuf.

(fby/agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER