Selisih Tagihan Minyak Goreng Rp338 M, Zulhas Minta BPK-BPKP Audit

CNN Indonesia
Selasa, 06 Jun 2023 13:20 WIB
Mendag Zulhas meminta BPK atau BPKP mengaudit utang minyak goreng lantaran ada selisih Rp338 milyar antara hitungan pemerintah dengan tagihan pengusaha.
Mendag Zulhas meminta BPK atau BPKP mengaudit utang minyak goreng lantaran ada selisih Rp338 milyar antara hitungan pemerintah dengan tagihan pengusaha. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan terdapat perbedaan antara klaim rafaksi minyak goreng yang diajukan pelaku usaha dengan jumlah yang terverifikasi. Karena itu, ia bakal meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit utang itu.

Tagihan yang diajukan 54 pelaku usaha sebesar Rp812 miliar. Sedangkan hasil verifikasi yang dilakukan surveyor yang ditunjuk Kementerian Perdagangan, PT Sucofindo, sebesar Rp474 miliar. Dengan begitu, terdapat perbedaan sebesar Rp338 miliar.

"Perbedaan hasil verifikasi disebabkan beberapa faktor di antaranya klaim penyaluran yang tidak dilengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer, biaya distribusi yang tidak dapat diyakini serta penyaluran yang melebihi 31 Januari 2022," kata Zulhas dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (6/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemendag telah mengirim surat ke auditor negara yaitu BPK dan BPKP untuk mengaudit tagihan minyak goreng yang diajukan pelaku usaha sehingga bisa ditentukan berapa jumlah yang harus dibayar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Kami berkirim surat ke auditor negara apakah BPK atau BPKP agar selisih harga yang benar itu yang mana. Karena yang yang bayar bukan kita, tapi BPDPKS. Sekali lagi kami minta audit dari auditor negara" kata Zulhas.

Zulhas mengatakan pihaknya telah meminta fatwa hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait rafaksi minyak goreng tersebut.

Pasalnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, yang sebelumnya mengatur soal rafaksi tersebut kini sudah dihapus.

Kejagung pun disebut sudah memberikan pendapat hukum, namun Zulhas mengatakan tetap belum ada kejelasan dari fatwa hukum tersebut. Maka dari itu pihaknya berhati-hati dalam menentukan keputusan terkait rafaksi minyak goreng tersebut.

"Saya sudah baca (pendapat Kejagung), jadi bukan pemerintah bayar, tidak bertanggung jawab juga dia. Jadi sebetulnya suratnya enggak jelas juga," kata Zulhas.

"Peraturannya kan sudah enggak ada, kita minta fatwa yang terang, (tapi) fatwanya kurang terang. Jadi zaman sekarang ini khawatir. Oleh karena itu kita hati-hati," lanjutanya.

Sebelumnya, berbagai pihak telah menyebut angka yang berbeda-beda terkait utang rafaksi minya goreng pemerintah ke pelaku usaha. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengklaim tagihan yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp344 miliar.

Sementara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan utang pemerintah terhadap pengusaha ritel dan produsen minyak goreng mencapai Rp 1,1 triliun.

[Gambas:Video CNN]

(fby/pta)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER