Sejumlah pedagang di DKI Jakarta mengeluh soal pengenaan biaya layanan alias merchant discount rate (MDR) Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) sebesar 0,3 persen mulai 1 Juli 2023.
Pengenaan biaya layanan QRIS merupakan kebijakan dari Bank Indonesia (BI). Dalam aturan itu pedagang tidak boleh membebankan biaya layanan tersebut ke konsumen atau pembeli.
Aji, salah satu pedagang siomay di Jakarta Selatan, mengaku belum menerapkan biaya tambahan ke pembeli. Kendati demikian, ia keberatan dengan kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini potongannya nggak ada dari aplikasi (QRIS), terus nanti ada potongan, ya kita keberatan. Kita kan mau enggak mau harus naikin harga juga," kata Aji kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/7) lalu.
Ia menuturkan biasanya tidak ada potongan biaya administrasi selama berjualan menggunakan sistem pembayaran QRIS. Pengenaan tarif umumnya berlaku jika berjualan secara online, seperti melalui aplikasi pesan antar. Untuk penjualan online itu, potongannya mencapai 20 persen per transaksi.
Tak ayal, penjual kerap menaikkan harga jika konsumen membeli makanan melalui aplikasi demi menjaga margin keuntungan.
"Makanya lebih enak jualan langsung sih. Kalau aplikasi ya buat bantu-bantu aja lah," katanya.
Sementara itu, penjual ketoprak bernama Putra memilih membebankan biaya layanan QRIS kepada pembeli begitu mendapat pemberitahuan adanya biaya MDR sebesar 0,3 persen dari pihak bank.
Putra yang biasanya menjual ketoprak Rp13 ribu per porsi, baik secara tunai maupun dengan pembayaran QRIS, kini menaikkan harganya 3,84 persen menjadi Rp13.500 bagi pembeli yang menggunakan QRIS.
"Karena ada potongan (biaya QRIS), saya enggak mau rugi. Itu pun saya tawari dulu kena tambahan (harga). Kalau enggak mau, ya cash aja enggak apa-apa," tuturnya.
Ia menegaskan tambahan harga saat ini sebesar Rp500 bukan untuk dirinya, melainkan untuk bank.
"Ya nggak mau rugi lah, masa udah (pendapatan) menipis, dipotong lagi. Mending ditutup aja, enggak usah pakai itu (QRIS)," katanya.
Sementara itu, Asep, pedagang dimsum, mengatakan ia masih menimbang-nimbang untuk membebankan biaya QRIS ke pembeli. Ia juga masih mempertimbangkan apakah akan lanjut menggunakan QRIS atau tidak
"Soalnya kalau (biaya QRIS) dibebankan ke kita, ya rugi. Sekarang apalagi serba mahal. Saya masih bingung ini mau pakai (QRIS) lagi atau enggak," katanya.