Harga minyak turun pada Senin (17/7) ini, setelah ladang-ladang minyak utama di Libya melanjutkan produksi selama akhir pekan.
Pemicu lainnya, China sebagai importir minyak mentah terbesar dunia, diperkirakan bakal merilis data ekonomi yang menunjukkan pemulihan pasca-pandemi gagal.
Mengutip Reuters, kontak berjangka Brent turun 57 sen, atau 0,7 persen menjadi US$79,30 per barel. Sementara, kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 52 sen, atau 0,7 persen menjadi US$74,90 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelemahan ini terjadi setelah kenaikan harga minyak selama tiga minggu berturut-turut, bahkan menyentuh level tertinggi sejak April.
Kenaikan disebabkan ladang minyak utama Libya ditutup dan Shell menyetop ekspor minyak mentah Nigeria.
Dua dari tiga ladang minyak Libya ditutup pada Kamis, yakni ladang minyak Sharara dan El Feel dengan total kapasitas produksi 370 ribu barel per hari (bpd). Produksi dihentikan sebagai protes terhadap penculikan mantan menteri keuangan.
Di Rusia, ekspor minyak dari pelabuhan barat akan turun sekitar 100 ribu hingga 200 ribu barel per hari pada bulan depan, tanda Moskow menepati janjinya untuk memangkas pasokan bersama negara OPEC lainnya.
Pasar juga was-was menanti data ekonomi China, Inggris dan Jepang, serta langkah bank sentral ketiga negara itu menyikapi kondisi ekonomi negaranya.
"Ketiga pembacaan ini akan berperan dalam menentukan apa langkah selanjutnya untuk tiga bank sentral utama, yakni Bank Sentral China (PBOC), Bank Sentral Inggris (BoE) dan Bank Sentral Jepang (BoJ), serta selanjutnya apakah permintaan minyak akan menerima dorongan," kata analis Tony Sycamore.
(pta)