Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini bisa melaksanakan penyelesaian pelanggaran dengan cara restorative justice dalam kasus pidana keuangan.
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Tongam L Tobing mengatakan itu adalah salah satu kewenangan OJK yang diperkuat melalui UU PPSK yang diturunkan dalam POJK Nomor 16 Tahun 2023.
"Kewenangan penyidikan OJK di UU PPSK. Diantaranya, adanya ketentuan tentang penyelesaian pelanggaran (restorative justice) dengan mengajukan permohonan kepada OJK," ujar Tongam kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (26/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam proses restorative justice untuk menyelesaikan kasus pidana tersebut, terduga bisa mengajukan permohonan langsung kepada OJK dengan memenuhi beberapa syarat.
Pertama, permohonan harus memuat nilai kerugian yang ditimbulkan dan dasar perhitungannya. Kedua, mengungkapkan jumlah korban yang dirugikan dan keterangan lain terkait korban.
Ketiga, menjabarkan bentuk penyelesaian kerugian dan jangka waktu penyelesaian yang diharapkan. Keempat, memuat klausul jika kerugian tidak dapat diselesaikan, maka OJK berwenang melanjutkan ke tahap penyidikan.
Kelima, permohonan yang diajukan harus memuat upaya perbaikan proses bisnis dan tata kelola yang akan dilaksanakan ke depannya.
Selain itu, kewenangan OJK yang diperkuat adalah cakupan penyidikan tindak pidana keuangan makin diperluas, termasuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
OJK juga bisa meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan yang sedang ditangani.