Kemenperin Rancang 'Jurus Baru' Agar Hiliriasi Tak Untungkan China Cs

CNN Indonesia
Senin, 28 Agu 2023 14:30 WIB
Kemenperin menyiapkan jurus baru berbentuk undang-undang untuk mencegah semua keuntungan hiliriasi sumber daya alam dinikmati negara asing termasuk China.
Kemenperin menyiapkan jurus baru berbentuk undang-undang untuk mencegah semua keuntungan hiliriasi sumber daya alam dinikmati negara asing termasuk China. (iStockphoto/Ivorr).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya agar hilirisasi di bidang industri Sumber Daya Alam (SDA) tidak terus menguntungkan negara asing, terutama China seperti tudingan Ekonom Senior Faisal Basri.

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Warsito Ignasius mengatakan sejatinya semua kebijakan yang ditempuh pemerintah sudah didesain dengan baik dari awal, termasuk hilirisasi.

Di mana tujuan yang disusun untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Konsep hilirisasi kita susun untuk memberikan nilai tambah sebesar-besarnya untuk negara ini dan berharap kita jadi tuan rumah. Jadi kita selalu upayakan agar memberikan manfaat ke dalam negeri bukan ke lain (perusahaan asing)," ujarnya dalam media briefing, Senin (28/8).

Menurutnya, Kemenperin tengah menyusun berbagai aturan terkait hilirisasi ini. Salah satunya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadaan Jasa dan Publik.

Dalam aturan tersebut, pemerintah mengatur mengenai kerja sama dengan negara lain berdasarkan nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Apabila nilai TKDN nya tidak memenuhi, maka kerja sama tak bisa dilakukan.

"Ini setiap kerja sama dengan internasional nanti dihitung nilai TKDN nya. Jadi tidak sampai seperti dikatakan Pak Faisal Basri masuk ke China semua atau negara lain," imbuhnya.

Warsito menjelaskan Kemenperin saat ini tengah fokus untuk hilirisasi lima sektor industri SDA, yakni migas, karet, batu bara, hasil hutan, dan non logam. Di mana, semua sektor ini memiliki potensi nilai tambah yang sangat besar.

Menambahkan, Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Saiful Bahri mencontohkan industri karet. Saat ini sudah tak diekspor dalam bentuk mentah.

Ekspor sudah dilakukan dalam bentuk ban yang tentunya nilai nya lebih besar.

"Hilirisasi kita menuju ke industri karet. Kalau bicara untuk penggunaan, untuk ban sudah jalan, 70 persen produk diekspor," jelasnya.

Ke depannya, komoditas karet ini diharapkan tak hanya dijual dalam bentuk ban, tapi bisa lebih luas lagi. Apalagi, produksi karet Indonesia terbesar nomor dua di dunia setelah Thailand.

[Gambas:Video CNN]

"Kalau kesempatan ini kita enggak ambil sekarang, kapan lagi. Jadi di situ kita lakukan perbaikan soal bagaimana pola penanaman dan kualitas di hulunya sangat-sangat dibutuhkan dan sehingga masuk ke industri ada kualitas standar," jelasnya.

Sementara, Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Wiwik Pudjiastuti mengatakan untuk industri nonlogam misalnya, ada silika. Di mana, untuk wilayah Asia, Indonesia adalah pemain utama.

"Kalau bicara nilai tambah, kalau kita lakukan hilirisasi mineral non logam, silika jadi monocrystalline silicon bisa 85 kali (nilai tambah) dibanding kita ekspor langsung (dalam bentuk mentah)," pungkasnya.

Hilirisasi sumber daya alam yang dilakukan pemerintah mendapatkan  kritik keras dari Faisal Basri. Untuk nikel saja misalnya, Faisal Basri menyebut 90 persen keuntungan justru dinikmati oleh China.

Dengan mengutip data pemerintah, ia mengaku bahwa setelah pemerintah melakukan hilirisasi, nilai ekspor  bijih nikel yang 2014 lalu hanya Rp1 triliun melesat jadi Rp413,9 triliun.

Namun, Faisal menilai uang hasil ekspor itu tidak seutuhnya mengalir ke Indonesia. Pasalnya, hampir seluruh perusahaan smelter pengolah bijih nikel dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas.

Dengan begitu, perusahaan China berhak untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.

Ditambah lagi, ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya.

"Jadi, penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," terangnya.

Faisal menyebut perusahaan smelter nikel bebas pajak karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. Insentif pajak itu diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan BKPM.

Tak hanya itu, sambung Faisal, perusahaan nikel China di Indonesia juga tidak membayar royalti. Pasalnya, yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor.

(ldy/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER