Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengklaim 50 persen bahan baku nikel untuk baterai kendaraan listrik (EV) di dunia berasal dari Indonesia.
"Ini yang menarik kalau kita lihat bahwa baterai EV di dunia saat ini hampir 40 persen hingga 50 persen nikelnya dari Indonesia," ucapnya dalam acara Investortrust Future Forum, Selasa (29/8).
Nikel berperan penting dalam industri kendaraan listrik. Logam ini merupakan bahan baku utama pembuatan baterai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nikel dipadukan bersama kobalt dan mangan untuk memproduksi baterai lithium-ion, jenis baterai paling umum digunakan dalam motor maupun mobil listrik.
Melihat penggunaan nikel RI yang masif, Toto mengatakan hal ini menjadi potensi untuk Indonesia. Menurutnya, Indonesia berpotensi untuk mendominasi nikel untuk baterai EV.
"Kondisi sekarang kalau kita lakukan pengembangan lebih lanjut, kita bisa menjadi leading player nikel sulfat di dunia. Ini mirip Saudi Arabia menjadi dominan di minyak mentah, di sini potensi Indonesia untuk pengembang baterai EV," jelasnya.
Tanah Air ini memang diberkahi harta karun berupa hasil bumi ini. Indonesia menjadi pemilik cadangan nikel terbesar dunia. Berdasarkan Booklet Nikel 2020 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan bijih nikel RI mencapai 4,5 miliar ton.
Adapun sumber dayanya diperkirakan jauh lebih besar lagi, yakni 11,7 miliar ton. Sumber-sumber nikel itu 90 persen tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Menyadari gurihnya prospek pasar kendaraan listrik ke depan, Jokowi menyetop ekspor bijih nikel melalui program hilirisasi. Per Januari 2020, ia resmi melarang ekspor bijih nikel.
Jokowi ingin komoditas mineral dan tambang Indonesia mempunyai nilai tambah, tak cuma diekspor mentah. Ke depan, larangan ini bakal diperluas ke komoditas tambang lainnya.
Kekayaan nikel RI memikat banyak investor berdatangan ingin menambang hingga membangun pabrik pemurnian (smelter). Investor asing, terutama asal China, berduyun-duyun membangun smelter di timur Indonesia, yang memang surga penghasil nikel.
Pemerintah mencatat sejak larangan itu berlaku pada 2020 lalu, realisasi investasi di sektor industri logam dasar meningkat. Pada 2019, investasi di industri ini hanya mencapai Rp61,6 triliun. Setelah pemerintah menggalakkan hilirisasi, investasi melonjak menjadi Rp171,2 triliun pada 2022.
Di sisi lain, kebijakan hilirisasi ini menuai banyak jegalan, mulai dari Uni Eropa hingga Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF). Eropa menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). WTO pun memutuskan Indonesia kalah dalam gugatan itu.
Sementara, IMF merekomendasikan RI mengkaji ulang larangan ekspor nikel dan komoditas lainnya.