Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan tak ingin terburu-buru dalam menerbitkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 (Permendag 50/2020) tentang ketentuan perdagangan melalui sistem elektronik.
"Ini bukan soal lama dan cepat, ini kan soal yang bagus ya dan akan melibatkan seluruh kementerian terkait," ujar Zulkifli seusai mengunjungi Gudang Ekspor Shopee di Jakarta, seperti dikutip Antara, Rabu (30/8).
Saat ini, Permendag 50/2020 masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Dalam penyusunan beleid itu, pihaknya banyak masukan dari berbagai pelaku usaha, lokapasar, dan asosiasi terkait.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Zulkifli, penyusunan revisi Permendag 50/2020 harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak ada kesalahan saat sudah diterbitkan.
"Jangan sampai jadi baru dua minggu, diubah lagi. Oleh karena itu, kami beri kesempatan juga kepada e-commerce untuk memberikan masukan-masukan," terangnya.
Revisi beleid itu bertujuan untuk melindungi pelaku usaha mikro kecil dan menengah yang terdampak penjualan produk-produk luar negeri di social commerce dengan harga sangat murah.
Beberapa revisi yang diusulkan, pertama, penjualan produk lokapasar dan platform digital atau social commerce harus melalui izin dan pengenaan pajak yang sama.
Lihat Juga : |
Platform digital tidak diperbolehkan menjadi produsen atau menghasilkan barangnya sendiri. Sebagai contoh, social commerce seperti TikTok Shop dilarang untuk membawa barangnya langsung dari negara afiliasinya.
Usulan kedua, harga minimum barang impor sebesar US$100. Hal ini bertujuan untuk mencegah masuknya produk-produk dengan harga sangat murah yang dapat mengganggu keberlanjutan UMKM dalam negeri.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki sebelumnya mengatakan Indonesia harus segera membuat regulasi yang mengatur perdagangan digital sebelum banyak pelaku UMKM yang gulung tikar.
Ia menilai, jika tidak diatur, masuknya produk impor dengan harga miring akan sangat berdampak pada penjualan UMKM lokal.