Sementara, Pengamat Energi Fabby Tumiwa mengatakan penghapusan Pertalite dan diganti menjadi Pertama Green 92 belum tentu mengerek anggaran subsidi. Sebab, tergantung pada biaya produksi dan biaya pokok BBM nya.
Meski ia memperkirakan harga bioetanol akan lebih mahal di tahun depan, tapi tak akan jauh berbeda dari saat ini.
"Tergantung biaya produksinya. Kita tidak tahu harga minyak tahun depan dan harga etanol yang jadi campuran tersebut. Perkiraan saya sedikit lebih mahal dari Pertalite karena Pertamax 92 itu campuran BBM RON 90 + etanol 7 persen. Harga ethanol bisa lebih mahal dari BBM," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati, Fabby mengimbau masyarakat seharusnya tidak perlu khawatir karena pemerintah hanya mengalihkan subsidinya. Sehingga, kemungkinan harga Pertamax Green 92 tak akan beda jauh dari Pertalite.
"Menurut saya masyarakat tidak perlu khawatir. Jika dianggap perlu diberikan subsidi, akan diberikan. Ini bisa dilihat dari perubahan BBM subsidi yang sebelumnya Premium menjadi Pertalite, sementara Premium tidak lagi dijual," jelas Fabby.
Fabby pun menilai rencana Pertamina untuk menghapus Pertalite untuk mengurangi emisi karbon sudah sangat tepat.
Pertama, sesuai aturan KLHK, produsen BBM termasuk Pertamina tidak boleh lagi menjual BBM di bawah RON 91 sejak 2018 lalu.
Apalagi, sejak 2018 semua kendaraan yang diproduksi di Indonesia juga diharuskan mengadopsi standar BBM Euro IV ke atas. Artinya, kualitas BBM pun harus menyesuaikan standar tersebut.
"Bahan bakar dengan oktan number tinggi, dengan kualitas standar Euro 4 menghasilkan polutan yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar octane/cetane number rendah, semisal Euro 2," kata Fabby.
Kedua, ia menilai pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari ancaman polusi udara yang salah satunya berasal dari pembakaran BBM berkualitas rendah.
"Dengan meningkatkan kualitas BBM, masyarakat sebenarnya mendapatkan manfaat, yaitu berkurangnya dampak dan biaya kesehatan akibat polusi udara dan biaya ekonomi. Bagi pemerintah, perbaikan kualitas udara bisa menghemat biaya kesehatan yang harus ditanggung," pungkasnya.