GRC Terintegrasi: Kunci Kebangkitan Perbankan Syariah di Indonesia

BSI | CNN Indonesia
Kamis, 07 Sep 2023 13:09 WIB
Perbankan syariah perlu memperkuat implementasi GRC terintegrasi untuk pertumbuhan berkelanjutan, yang sesuai dengan kebijakan dan regulasi yang berlaku.
Suasana acara Seminar Nasional Asbisindo yang mengangkat tema 'Implementasi Governance, Risk, & Compliance (GRC) Terintegrasi pada Perbankan Syariah di Era 4.0’. (Foto: Arsip BSI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Perbankan syariah Indonesia diminta untuk memperkuat implementasi governance, risk, and compliance (GRC) terintegrasi. Hal ini penting untuk memastikan pertumbuhan berkelanjutan dan ketahanan industri perbankan syariah di era digital.

Dalam acara Seminar Nasional Asbisindo yang mengangkat tema 'Implementasi Governance, Risk, & Compliance (GRC) Terintegrasi pada Perbankan Syariah di Era 4.0', Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Hery Gunardi, mengatakan implementasi GRC terintegrasi dapat mensinergikan aspek tata kelola, manajemen risiko, kepatuhan, serta lingkungan dan sosial.

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI), hal ini penting untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi industri perbankan syariah, seperti ketidakpastian ekonomi, risiko lingkungan, dan kompleksitas regulasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Asbisindo sebagai wadah perkumpulan bank-bank syariah di Indonesia berkomitmen untuk terus membina dan mengembangkan bank syariah agar dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat. Oleh karenanya, Asbisindo juga senantiasa menjadi mitra utama bagi pemerintah dan regulator dalam upaya pengembangan industri perbankan syariah di Tanah Air," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (7/9).

Dia melanjutkan, penguatan penerapan GRC terintegrasi sangat penting mengingat potensi pertumbuhan perbankan syariah di Tanah Air sangat besar. Terlebih, pertumbuhan bisnis perbankan syariah di Indonesia masih terus melampaui industri perbankan nasional.

Pada posisi Mei 2023, aset perbankan syariah nasional tumbuh 15,52 persen secara tahunan (YoY), pembiayaan tumbuh 19,27 persen YoY, dan DPK menanjak sekitar 15,02 persen YoY. Sementara itu pada periode yang sama, aset perbankan nasional tumbuh 6,96 persen, pembiayaan 9,39 persen, dan DPK 6,55 persen.

Hery menilai, tingkat pertumbuhan tersebut merupakan indikator yang menunjukan masih besarnya potensi industri perbankan syariah nasional. Hal itu dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan oleh bank-bank syariah di Indonesia.

Dia optimis, GRC terintegrasi akan mampu menjawab tantangan perbankan syariah di Era 4.0. Di mana era tersebut memiliki karakteristik banking everywhere, sehingga bank dituntut dapat memberikan layanan kepada nasabah di luar channel milik perbankan. Dalam hal ini, digitalisasi mengubah cara hidup, bekerja, dan berinteraksi satu sama lain.

Adapun berbagai tantangan tersebut seperti, ketidakpastian karena ketidakstabilan ekonomi, kekhawatiran terhadap risiko lingkungan, peningkatan kompleksitas dan regulasi, kinerja bisnis, keberlanjutan, tuntutan pemangku kepentingan, serta pendekatan terpadu dalam mendukung pengambilan keputusan.

"Oleh karena itu, melalui implementasi GRC terintegrasi yang efektif, perbankan dapat memastikan kepatuhan terhadap peraturan. Perbankan juga dapat mengelola risiko dengan lebih baik dan menjaga integritas dalam operasional mereka. Hal ini menjadi langkah strategis membangun perbankan syariah di masa depan yang berkelanjutan," tegasnya.

Dalam acara yang sama, Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bambang Widjanarko, mengatakan topik yang diangkat Asbisindo ini sangat penting mengingat berbagai tantangan yang dihadapi perbankan, khususnya perbankan syariah. Melalui penerapan GRC terintegrasi, industri perbankan syariah nantinya diharapkan bisa menghadapi ketidakpastian, maupun risiko perbankan yang semakin kompleks di masa depan.

"Tentu saja bagi perbankan syariah harus beyond dari konvensional. Maka semakin berat kita untuk mempersiapkan hal itu," ujarnya.

Dia melanjutkan, penguatan implementasi GRC terintegrasi dapat meningkatkan ketahanan dan daya saing perbankan syariah. Sebab, lanjutnya, pemerintah ingin struktur perbankan, termasuk perbankan syariah, di dalam negeri, mempunyai ketahanan, ketangguhan dan berdaya saing.

Maka dari itu, diharapkan perbankan syariah memiliki kualitas layanan dan produk yang sama dengan konvensional. Sehingga, dapat menjadi pilihan utama masyarakat untuk melakukan transaksi.

"GRC meskipun 3 huruf tapi dampak dan cakupannya luas. Karena dampak sosial dan ekonominya, serta kaitannya dengan dana sosial saya kira itu luar biasa," imbuhnya.

Di sisi lain, Ketua Dewan Komisioner OJK periode 2012-2017, Muliaman Hadad,mengatakan pertumbuhan perbankan syariah sejak 2000 selalu lebih tinggi dari industri perbankan nasional, bahkan selalu double digit. Di sisi lain, secara market share tidak terlalu banyak berubah, masih di kisaran 7 persen.

Oleh karena itu, menurutnya pertumbuhan perbankan syariah yang tinggi sulit berkelanjutan dan memperluas pangsa tanpa didukung dengan compliance dan governance yang baik.

"Artinya bagaimana mengintegrasikan tiga pilar penting dalam GRC ini menjadi tantangan kita. GRC terintegrasi ini menjadi strategi sekarang, integrated approach," katanya.

Dia pun menggarisbawahi pengelolaan risiko yang tidak boleh lagi dilihat sebagai fungsi yang berdiri sendiri, tetapi harus dilihat sebagai salah satu cara untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Ia juga mengatakan bahwa good governance adalah salah satu cara untuk membangun ketahanan dari suatu lembaga.

Maka dari itu, Muliaman menyebut ada beberapa hal penting yang menjadi fokus agar GRC menjadi lebih terintegrasi. Pertama adalah teknologi. Intinya bagaimana perbankan syariah me-leverage teknologi untuk membangun GRC yang lebih terintegrasi.

Kedua, membangun GRC yang lebih agile. Karena GRC yang agile dapat mengantisipasi berbagai tantangan termasuk cyber risk. Ketiga, agenda besar penerapan GRC ke depan terkait kultur, terutama budaya risiko.

"Kita ketahui bersama harus membangun risk culture, dan educate staff untuk membangun teknologi. Membangun risk culture ini menjadi sesuatu yang terus-menerus berlanjut," katanya.

Keempat adalah membangun isu prinsip environmental, social dan governance (ESG) di dalam konteks GRC. Kelima, pengetahuan mengenai GRC perlu didorong, terutama di kalangan top management, sebab GRC itu adalah board level responsibility.

"Keenam adalah perubahan peraturan mengenai GRC. Framework ini perlu ada sehingga perbankan kita bisa mengembangkan manajemen risiko, compliance, dan governance. Kemudian ada istilah penting, yaitu AI sehingga data driven manner itu penting. Kita di dalam ekosistem, jadi data driven manner itu harus menjadi part of our GRC in the future," pungkasnya.

(rir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER