Malaysia akan melarang ekspor bahan mentah, mengikuti apa yang sudah dilakukan Indonesia di era Presiden Jokowi. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyebut larangan ekspor akan berlaku pada tanah jarang.
Larangan diberlakukan untuk menghindari eksploitasi dan hilangnya sumber daya alam tersebut. Kebijakan ini menjadikan Malaysia sebagai negara terbaru yang memperketat ekspor mineral utama.
Anwar tidak menjelaskan kapan larangan ekspor itu berlaku. Yang pasti katanya, larangan ekspor diberlakukan karena pemerintah ingin mendukung pengembangan industri logam tanah jarang di Malaysia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, larangan diberlakukan karena ia ingin Malaysia mendapatkan keuntungan maksimal dari sumber daya alam yang dimiliki. Dalam paparannya di Parlemen Malaysia, Anwar menyebut kalau larangan berlaku efektif, industri logam tanah jarang bisa memberikan kontribusi 9,5 miliar ringgit atau US$2 miliar bagi PDB Malaysia pada 2025.
Selain itu, kebijakan itu juga ia prediksi bisa menciptakan 7.000 lapangan pekerjaan baru.
"(Karena itu) Pemetaan detail sumber unsur tanah jarang dan model bisnis komprehensif yang memadukan industri hulu, tengah, dan hilir akan dikembangkan untuk menjaga rantai nilai tanah jarang di tanah air," ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (12/9).
Malaysia sebenarnya hanya memiliki sedikit cadangan tanah jarang di dunia. Data Survei Geologi Amerika Serikat pada 2019 lalu memperkirakan jumlah cadangan mineral tanah jarang Malaysia hanya 30 ribu metrik ton.
Jumlah cadangan itu jauh jika dibandingkan dengan yang dimiliki China. Negeri Tirai Bambu tersebut disebut memiliki cadangan mineral tanah jarang 44 juta ton.
Cadangan China itu merupakan yang terbesar di dunia.
Meskipun hanya kecil, sejumlah analis menyebut kebijakan itu dapat mempengaruhi penjualan ke China yang mengimpor sekitar 8 persen bijih tanah jarang dari Malaysia antara Januari dan Juli tahun ini.
Tak hanya itu. Pembatasan tersebut juga memicu kekhawatiran bahwa China juga dapat membatasi ekspor mineral penting lainnya termasuk logam tanah jarang.
Analis David Merriman di Project Blue mengatakan dampak pelarangan di Malaysia masih belum jelas karena kurangnya rincian. Namun pelarangan ekspor bijih tanah jarang dapat berdampak pada perusahaan China yang beroperasi di Malaysia.
"Undang-undang tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap potensi investasi di Malaysia dari pihak China, yang telah melirik negara-negara Asia lainnya untuk mendapatkan senyawa tanah jarang yang belum diproses atau dicampur sebagai bahan baku untuk fasilitas pengolahan (tanah jarang) di China selatan," kata Merriman.
Larangan ekspor bahan mentah sekarang ini juga diberlakukan Presiden Jokowi. Larangan salah satunya dilakukan pada nikel. Larangan diberlakukan supaya bahan mentah itu bisa dihiliriasi di dalam negeri.
Jokowi mengklaim hilirisasi memberikan manfaat termasuk dalam pembukaan lapangan kerja. Jokowi mencontohkan hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah telah menyediakan lapangan kerja bagi 71.500 tenaga kerja dari sebelumnya 1.800 tenaga kerja.
Kemudian di Maluku Utara sebelum hilirisasi hanya ada 500 orang yang bekerja di pengolahan nikel. Namun setelah ada hilirisasi naik menjadi 45.600 pekerja.
Tak hanya dari sisi lapangan kerja, Jokowi mengatakan negara juga mendapat keuntungan atas hilirisasi dari pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), royalti, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
(reuters/agt)