Kronologi Lengkap Kisruh Pontjo-Negara di Kasus Perebutan Hotel Sultan

CNN Indonesia
Selasa, 12 Sep 2023 14:45 WIB
Polemik antara Direktur Utama PT Indobuildco Pontjo Sutowo dan pemerintah terkait pengelolaan Hotel Sultan sudah bergulir sejak 2006 dengan saling balas gugat.
Polemik antara Direktur Utama PT Indobuildco Pontjo Sutowo dan pemerintah terkait pengelolaan Hotel Sultan sudah bergulir sejak 2006 dengan saling balas gugat. (Tangkapan layar web sultanjakarta.com).
Jakarta, CNN Indonesia --

Polemik antara Direktur Utama PT Indobuildco Pontjo Sutowo dan pemerintah terkait pengelolaan Hotel Sultan masih terus bergulir.

Pontjo yang kalah di pengadilan terus tak mau menyerah. Ia terus berupaya melawan negara agar tetap bisa mengelola hotel di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) itu.

Lalu bagaimana sebenarnya konflik pengelolaan Hotel Sultan itu bisa terjadi?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Polemik antara Pontjo dengan negara ini berawal pada 2006. Kala itu, ia lewat perusahaannya melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 952/PDT.G/2006/PN.

Dalam gugatan tersebut, Pontjo menggugat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Mensekneg selaku Ketua BDN Pengelola GOR B. Karno, Jaksa Agung, Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta, dan Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Jakarta Pusat.

Merujuk pada salinan putusan gugatan tersebut, perkara dimulai pada 1971 saat PT Indobuildco diberi tugas oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk membangun gedung konferensi yang bertaraf internasional dengan segala kelengkapannya. PT Indobuildco juga ditugaskan membangun hotel internasional yang harus selesai pada 1974.

Atas tugas tersebut, PT Indobuildco melakukan perjanjian dengan Pemda DKI Jakarta dengan sejumlah poin. Perjanjian tersebut ditandatangani 19 Agustus 1971.

Salah satunya, PT Indobuildco mendapat izin penggunaan lahan seluas 13 hektare dengan membayar kepada Gubernur US$1,5 juta untuk jangka waktu 30 tahun. Pada saat penandatanganan perjanjian dilakukan pembayaran sebesar US$100 ribu.

Dalam perjanjian itu, juga disebutkan Gubernur DKI Jakarta akan membantu soal penyelesaian tanah dan perizinan dan semua biaya dibebankan kepada penggugat. Dituliskan pula, masalah tanah sepenuhnya menjadi tanggung jawab gubernur.

Waktu berlalu, pada 3 Agustus 1972 terbit Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 181/HGB/Da/72 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri tentang Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) kepada perusahaan Pontjo untuk jangka waktu 30 tahun.

Namun, kemudian HGB tersebut dipecah menjadi dua yakni nomor 26/Gelora tanah seluas 57.120 meter persegi dan HGB Nomor 27/Gelora seluas 83.666 meter persegi. Kedua HGB itu memiliki masa berakhir pada 4 Maret 2003.

Lalu pada tahun 2002, PT Indobuildco mengklaim telah melakukan perpanjangan terhadap kedua HGB tersebut.

Perpanjangan tersebut diklaim telah disetujui selama 20 tahun berdasarkan surat keputusan Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta. Perpanjangan tersebut turut diklaim telah dicatat pada Buku Tanah dan sertifikat kedua HGB diatasnamakan penggugat.

Meski demikian, ternyata ada Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Atas Nama Sekretariat Negara Republik Indonesia cq Badan Pengelolaan Gelanggang Olah Raga Senayan.

Hal tersebut yang mendasari gugatan oleh pihak Pontjo. Dalam salah satu petitumnya, penggugat juga meminta agar surat keputusan Kepala BPN itu dinyatakan cacat hukum.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Pemerintah Melawan hingga Ambil Alih Hotel Sultan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER