Kementerian Keuangan membedah penyebab 'kiamat properti' dan langkah impoten China dalam memperbaikinya.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Abdurrohman menyebut ekonomi China ditopang oleh investasi, beda dengan Amerika Serikat dan Indonesia yang didukung konsumsi. Celakanya, investasi China paling banyak membiayai sektor properti.
"Lebih dari 48 persen total produk domestik bruto (PDB) mereka disumbang investasi. Parahnya, investasi itu terkonsentrasi di sektor properti yang memang sedang mengalami tekanan cukup berat," katanya dalam Media Briefing APBN 2024 di Grand Aston, Cianjur, Jawa Barat, Senin (25/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
"Ini saya kira sudah kita lihat beberapa kebijakan (China) untuk mendorong konsumsi ini mengalami ineffectiveness atau impoten jadi enggak cukup kuat mendorong konsumsi," sambung Abdurrohman.
Abdurrohman menyebut salah satu penyebab upaya 'impoten' China mengatasi krisis properti dan meningkatkan konsumsi imbas faktor demografi. Ia menyebut proporsi penduduk produktif China terus menurun dan sudah dikategorikan pensiun dini.
Ia lantas menyinggung krisis properti yang mendera dua perusahaan kakap China, yakni Evergrande dan Country Garden. Abdurrohman menyebut krisis dua raksasa properti itu menyumbang perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu.
Di lain sisi, Presiden Joko Widodo meminta pengembang Indonesia belajar dari krisis properti China. Ia mengatakan sektor properti sangat masif, di mana bisa menyumbang Rp2.300 triliun-Rp2.800 triliun per tahun ke negara.
"Kita tahu di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) banyak perusahaan properti besar yang ambruk, utangnya ngalahin Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita. Utangnya sampai Rp4.400 triliun. Jangan ditepuk tanganin," tutur Jokowi dalam Pembukaan Musyawarah Nasional Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (MUNAS REI) XVII 2023 di Jakarta, Rabu (9/8).
"Sekali lagi hati-hati mengenai ini. Semua harus dikendalikan. Berapa backlog kita, jangan hanya bangun, bangun, bangun, padahal backlog kita sudah tak ada misalnya. Semua manajemen dikendalikan, harus dikelola. Alhamdulillah di Indonesia tak begitu," tutupnya.