Bhima mengatakan ada kombinasi faktor eksternal dan faktor kesalahan perencanaan yang membuat sejumlah program Jokowi gagal dan bermasalah.
Salah satunya, lemahnya implementasi dan adanya perilaku koruptif.
"Tapi lebih banyak disebabkan faktor internal pemerintah misalnya kesalahan dalam perencanaan kereta cepat, tidak terintegrasi dengan moda transportasi lain hingga terbuai dengan janji China yang sebabkan Indonesia harus membayar mahal proyek kereta cepat," kata Bhima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom CORE Mohammad Faisal mengatakan selain masalah tersebut kegagalan juga dipicu masalah lain. Salah satunya, penyusunan target yang terlalu ambisius.
Target ambisius itu antara lain; pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan. Di tengah target ambisius itu, ia melihat belum ada upaya yang konkret, nyata dan terpadu untuk mencapainya.
Celakanya kata Faisal, di tengah target ambisius dan upaya yang masih belum konkret itu, ekonomi dalam negeri kemudian dihadapkan pada banyak tantangan tak terduga yang datang dari perang dagang, pandemi covid, hingga perang Rusia dan Ukraina.
"Nah (tantangan) itu semakin membuat target makin jauh dari capaian," katanya.
Beruntung kata Faisal, untuk target pertumbuhan ekonomi, Indonesia masih dapat durian runtuh dari lonjakan harga komoditas yang terjadi pada 2022. Karena lonjakan itu, pertumbuhan ekonomi yang sempat tertekan hebat imbas covid langsung pulih dengan cepat.
Faisal mengatakan sebetulnya ada upaya nyata dari pemerintahan Jokowi untuk mencapai target yang sudah ditetapkan. Salah satunya melalui kebijakan hilirisasi.
Tapi sayangnya kata Faisal, kebijakan itu baru terbatas dilakukan pada nikel.
"Itu yang betul-betul ada kelihatan perubahan trennya. Yang di luar itu sebetulnya masih relatif terbatas apalagi sebetulnya kalau kita melihat transformasi ekonomi dan melalui hilirisasi di perkebunan yang sebetulnya potensinya lebih tinggi," katanya.
(del/agt)