China menggelontorkan utang kepada negara-negara berkembang hingga US$1,1 triliun atau Rp17 ribu triliun alias Rp17 kuadriliun (asumsi kurs Rp15.715 per dolar AS) dalam dua dekade terakhir.
Utang tersebut dipakai mengongkosi pembangunan jalan, bandara, membuat kereta sampai pembangkit listrik oleh negara-negara berkembang di Amerika Latin hingga Asia Tenggara. Kucuran utang ini menjadikan China sebagai negara pemberi utang terbesar dunia.
Senin (6/11) lalu, AidData melaporkan ada 165 negara berkembang yang mendapat pinjaman China. Lalu, 55 persen utang tersebut bakal jatuh tempo, di tengah perekonomian global yang penuh tantangan seperti tingginya suku bunga, melemahnya mata uang lokal, dan melambatnya pertumbuhan global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut data Bank Dunia yang dianalisis oleh Statista, negara-negara yang memiliki utang besar ke China sebagian besar berlokasi di Afrika. Namun ada juga negara Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Pasifik.
Pinjaman China memiliki tingkat bunga yang lebih tinggi dan jangka waktu pembayaran yang lebih pendek dibandingkan pinjaman dari lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional atau Bank Dunia.
1. Pakistan (US$27,4 miliar)
Menurut data IMF yang dikutip CNBC pada Februari lalu, 30 persen dari total utang luar negeri Pakistan berasal dari China. Jumlah tersebut tiga kali lipat dari utang Pakistan kepada IMF dan lebih besar dari utang negara itu ke Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.
Peneliti Institut Studi Perdamaian dan Konflik New Delhi, Kamal Madishetty, mengatakan pinjaman Tiongkok disertai dengan persyaratan yang tidak jelas di mana mengabaikan kelangsungan proyek dalam jangka panjang, mengabaikan biaya lingkungan dan sosial, dan memiliki tingkat suku bunga yang biasanya 1-2 persen lebih tinggi dibandingkan yang ditawarkan oleh pemberi pinjaman OECD.
Namun terlepas dari itu semua, Pakistan terus meminjam dari China.
"Baru-baru ini, mereka meminta pinjaman sebesar US$10 miliar dari China untuk proyek kereta api besar, mengabaikan kekhawatiran utang. Keputusan seperti itu tentu saja mendorong negara ini menuju gagal bayar (default) utangnya lebih cepat," kata Madishetty.
Utang Angola kepada China yang lebih dari US$20 miliar itu, termasuk $14,5 miliar kepada China Development Bank (CDB) dan hampir $5 miliar kepada Bank Ekspor-Impor Tiongkok (EximBank).
Melansir Reuters yang terbit 2022 lalu lalu, IMF mengatakan Angola menerima keringanan utang sebesar $6,2 miliar selama tiga tahun ke depan berkat perjanjian yang dibuat dengan tiga kreditur utamanya.
Meskipun IMF menolak menyebutkan nama kreditur yang terlibat dalam kesepakatan reprofiling utang tersebut, para analisis mengatakan dua di antaranya adalah CDB dan EximBank.
Bersambung ke halaman berikutnya...