Pengamat: Konsumsi Gandum Bisa Melonjak Jika Produksi Beras Turun
Guru besar IPB sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa memperkirakan 50 persen konsumsi masyarakat Indonesia pada 2050 bakal beralih ke gandum jika tren produksi beras terus menurun.
Menurut Andreas, cadangan pangan masyarakat di rumah saat ini lebih banyak yang berbahan baku gandum. Ia menyebut gandum kini telah menggantikan 28 persen konsumsi pangan pokok masyarakat.
"Kenapa produksi beras turun tapi kita masih aman-aman saja? Karena saat ini, silakan sajalah mas dan mbak-mbak di rumah, cadangan pangannya kalau kita buka, cadangan pangannya di rumah itu apa? Di lemari? Indomie," ucap dia dalam acara Kebijakan Publik Perberasan Menjelang Tahun Pemilu 2024 di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Jumat (17/11).
"Produk-produk berbahan baku gandum. Saat ini gandum menggantikan 28 persen konsumsi pangan pokok kita. Bisa dibayangkan 28 persen," sambung Andreas.
Jika tren penurunan produksi beras terus terjadi, Andreas mengungkap konsumsi masyarakat Indonesia 50 persen adalah gandum pada 2050.
"Sehingga enggak peduli produksi beras mau naik atau tidak, turun tidak apa, pasti aman. Aman karena apa? Aman karena ini yang mengamankan pangan Indonesia. Jadi itu, dan ini kita masuk dalam ambang bahaya kalau itu yang terjadi," lanjut dia.
Menurut data yang dihimpun olehnya, selama 10 tahun terakhir produksi padi menurun dari 58,70 juta gabah kering giling (GKG) menjadi 53,63 juta ton. Sementara selama pemerintahan saat ini, produksi padi menurun rata-rata 1,00 persen tiap tahun.
Andreas kemudian mengatakan karena kurangnya produksi dan stok beras yang rendah, hal ini menyebabkan harga mulai naik sejak Juli 2023.
Ia menambahkan penurunan produksi padi 2023 setara 0,65 juta ton beras. Hal ini dikarenakan impor beras sebesar 3,3 juta ton menyebabkan kelebihan stok 2,65 juta ton yang menyumbang stok awal tahun 2024 sebesar 6,71 juta ton.