Peternak babi di China terjerat utang berjemaah buntut ekonomi yang lesu. Pelemahan ekonomi Negeri Tirai Bambu membuat permintaan daging turun, pedagang pun rugi.
Dilansir dari Reuters, Senin (4/12), harga daging babi di Negeri Tirai Bambu rata-rata jauh di bawah biaya produksi. Hal ini terjadi untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade.
Lihat saja, dalam tiga bulan terakhir harga daging babi turun 15 persen menjadi 14,5 yuan atau sekitar Rp31.523 per kilogram (kg).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, kontrak berjangka babi hidup paling aktif di Dalian Commodity Exchange anjlok 7,3 persen menjadi 13,910 yuan atau sekitar Rp30,22 juta per metrik ton sejak awal pekan lalu.
Kerugian yang lebih besar diperkirakan terjadi pada tahun depan. Hal ini pun membuat perusahaan peternakan tertekan dan menjual peternakan mereka.
Direktur Penjualan China di Genesus Inc Lyle Jones mengatakan peternak babi masih berharap pasar kembali bergeliat. Dengan begitu kondisi keuangan mereka bisa pulih.
"Semuanya tergantung pada seberapa besar kantong yang dimiliki perusahaan-perusahaan ini," kata Jones.
Penurunan harga daging babi bertentangan dengan upaya pemerintah yang berupaya mengerek harga seiring puncak musim dingin yang meningkatkan konsumsi daging babi.
Hal ini malah membuat produsen besar terlilit utang. Tercatat 10 produsen teratas saja mencatat peningkatan utang bersih sebesar 13 persen pada akhir September 2023 lalu.
New Hope Liuhe, produsen daging babi terbesar ketiga di China menjual peternakannya tahun lalu demi membayar utang. Perusahaan mengatakan kepada investor bahwa mereka ingin menjual lebih banyak lagi.
Produsen besar Tech-Bank dan Fujian Aonong juga telah menjual saham ataupun anak perusahaan untuk mendapatkan uang tunai.