Senada, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan semestinya pemerintah sudah menggunakan standar baru yang ditetapkan Bank Dunia.
Pasalnya, garis kemiskinan berdasarkan purchasing power parity sudah seharusnya berada di level US$2,15 per hari. Apalagi, tekanan daya beli sudah cukup tinggi sejak beberapa tahun terakhir.
Menurutnya, penggunaan batas garis kemiskinan jadul akan berpengaruh pada jumlah masyarakat yang masuk kategori miskin ekstrem di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maret lalu, kemiskinan ekstrem di Indonesia sebesar 1,2 persen. Jika ambang batas miskin ekstrem dinaikkan menjadi US$2,15 per hari, imbuh Ronny, maka angka kemiskinan ekstrem bisa lebih dari 1,2 persen, bahkan bisa kembali ke angka 2 persen.
"Tentu ini akan membuat target pemerintah membuat kemiskinan ekstrem menjadi nol akan semakin jauh," imbuh Ronny kepada CNNIndonesia.com.
Apalagi, di tahun politik seperti ini, kata Ronny, pemerintah biasanya berusaha sedemikian rupa agar data-data kemiskinan terlihat bagus biar tidak menjadi sasaran serangan beberapa pihak.
Ronny menjelaskan data kemiskinan yang rendah sangat penting bagi pemerintah, apalagi kalau mencapai target yang ditetapkan. Sebab, data kemiskinan akan menjadi salah satu statistik yang digunakan pemerintah untuk memoles reputasi ekonomi Indonesia di panggung global.
"Imbas yang diharapkan misalnya adalah seperti peningkatan kepercayaan investor global, terutama dari negara-negara maju," jelasnya.
Ia menambahkan penggunaan standar lama hadir dengan keuntungan, termasuk jumlah masyarakat miskin menjadi lebih sedikit dari yang seharusnya. Hal ini akan membuat pemerintah dianggap berhasil dalam menekan angka kemiskinan ekstrem.
"Minusnya, data kemiskinan ekstrem kita semakin tidak merepresentasikan realitas kemiskinan ekstrim yang ada, jika tak mau dibilang memanipulasi data kemiskinan ekstrim nasional," pungkas Ronny.
(pta)