ANALISIS

Bisakah Anggaran Pertahanan 2 Persen dari PDB Seperti Usul Ganjar?

CNN Indonesia
Selasa, 09 Jan 2024 07:06 WIB
Ganjar Pranowo berjanji akan menaikkan anggaran pertahanan hingga 2 persen dari PDB jika memang Pilpres 2024. Realistiskah usul tersebut?
Ilustrasi. (Stocktrek Images/Thinkstock).

Tak Mudah Naikkan Anggaran Pertahanan

Sementara itu, Pengamat Militer Marapi Consulting and Advisory Beni Sukadis menuturkan anggaran pertahanan Indonesia hanya berkisar 0,9 persen dari PDB selama 10 tahun terakhir ini. Artinya untuk mencapai anggaran 1 persen hingga 2 persen tidak mudah.

Ia menilai untuk mencapai target tersebut perlu komitmen politik dan konsistensi dalam mendorong peningkatannya melalui sumber APBN, baik pajak dan non pajak.

"Anggaran yang ideal di masa depan adalah angka 1,5 persen (dari PDB) bagi Indonesia yang mengklaim sebagai kekuatan menengah (middle power) dan tidak memiliki ambisi geopolitik global," tutur Beni.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia berpendapat anggaran pertahanan merupakan aspek yang sangat penting dan harus ditempatkan dalam konteks prioritas yang sesuai dengan rencana strategis (renstra) jangka panjang Pertahanan Negara.

Renstra ini mencakup evaluasi dan penyusunan menyeluruh terhadap berbagai elemen pertahanan, mulai dari sumber daya manusia hingga alutsista.

Dalam hal sumber daya manusia, perlu diperhatikan dalam pembinaan, pelatihan, dan mempertahankan personel (retensi) yang berkualitas sesuai dengan tuntutan pertahanan modern.

Kemudian dari renstra tersebut disusun skala prioritas dalam pengadaan alutsista sesuai dengan penilaian ancaman dan tantangan pertahanan ke depan.

Beni menyebut, pembiayaan dalam pengadaan alutsista yang produktif adalah pembiayaan yang dapat menghasilkan manfaat yang optimal bagi pertahanan negara.

"Pembiayaan ini harus dapat memenuhi kebutuhan alutsista yang memadai dan tepat sasaran, serta dapat dikelola secara efisien dan efektif," imbuhnya.

Pembiayaan alutsista di Indonesia berasal dari tiga sumber dana, yaitu APBN, pinjaman dalam negeri, dan pinjaman luar negeri. Menurut Beni, ketiga sumber dana tersebut dapat dimanfaatkan secara baik untuk pembiayaan alutsista dengan langkah sebagai berikut:

Pertama, meningkatkan anggaran pertahanan secara signifikan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pendapatan negara APBN, baik dari pajak maupun non-pajak.

Kedua, melakukan restrukturisasi anggaran pertahanan. Beni menilai ini perlu dilakukan untuk mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pengadaan alutsista.

Ketiga, meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran pertahanan. Tindakan ini bisa dilakukan untuk memastikan bahwa anggaran yang tersedia dapat digunakan secara optimal.

Lebih lanjut, Beni menjelaskan bahwa ketika melakukan pengadaan dari luar negeri, biasanya terkait dengan pinjaman luar negeri yang disebut kredit ekspor (Export Credit: EC).

"Pengadaan melalui CE dijamin oleh suatu bank negara asal produsen alutsista terkait. Namun, tidak semua bank di luar negeri memberikan Kredit ekspor," tuturnya.

Beni menyebut dengan transaksi pembelian Direct Commercial Sales (DCS) antara pemerintah RI dengan produsen alutsista, maka negosiasi pembelian alutsista melalui CE adalah sesuatu yang lumrah.

"Tinggal bagaimana pemerintah melakukan negosiasi terkait lama pembayaran/tenor, bunga, asuransi, dan jasa lainnya," kata dia.

Lain Husein lain Beni, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan jika patokannya untuk membangun industri pertahanan yang baik dan kuat, anggaran pertahanan dua persen dari PDB bahkan masih kurang.

"Sehingga secara persentase, tentu belanja pertahanan hari ini masih jauh dari ideal," kata Ronny.

Ia pun mempertanyakan apakah itu memang menjadi prioritas utama dibanding banyak persoalan yang sedang menanti seorang presiden baru nanti? Lalu, apakah fiskal Indonesia mampu untuk itu?

Ronny menyebut sebenarnya anggaran tetap bisa dibuat besar, meski di bawah 2 persen, jika PDB nya membesar secara signifikan.

"Jadi pertanyaannya, apa rencana kandidat untuk membuat PDB tumbuh tinggi dan signifikan?" imbuhnya.

Sebenarnya, kata dia, perkara 1 persen atau 2 persen dari PDB anggaran pertahanan adalah perkara kesepakatan politik. Bahkan jika dikatakan 5 persen sekalipun, masih mungkin-mungkin saja, selama presiden baru bisa menghimpun kesepakatan politik antara pemerintah (Depkeu) dan DPR.

Artinya, tak ada patokan resmi berapa anggaran ideal pertahanan. Menurut Ronny yang ada adalah preseden anggaran pertahanan dari negara-negara maju yang memang rata-rata di atas 1 persen.

Namun, angka tersebut lahir dari proyeksi ancaman pertahanan tiap-tiap negara yang dilakukan oleh Kemenhan masing-masing negara. Jika tingkat ancaman pertahanan semakin meninggi, maka anggaran pertahanan otomatis membesar.

Begitu sebaliknya, bahkan dalam masa perang, anggaran pertahanan sebuah negara bisa lebih dari 20 persen.

"Jadi dibutuhkan justifikasi yang sangat jelas, untuk meningkatkan anggaran pertahanan di satu sisi dan adjustment dengan kondisi fiskal di sisi lain, yakni kesepakatan politik di level domestik," ucap Ronny.

Ronny menilai soal angka anggaran pertahanan, karena patokannya adalah PDB, maka ada cara lain untuk meningkatkan nominalnya, yakni meningkatkan PDB nasional secara signifikan.

"Jika PDB naik tinggi alias membesar secara signifikan, otomatis anggaran pertahanan akan naik juga, meskipun secara persentase masih di bawah 2 persen," tutup Ronny.



(mrh/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER