Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 39.866 pengaduan pada periode 1 Januari 2022-23 Januari 2024. Mayoritas yang diadukan sektor perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan39 ribu pengaduan yang masuk terdiri dari sektor perbankan, pasar modal, hingga fintech peer to peer lending (P2P).
Menurut wanita yang akrab disapa Kiki tersebut, pengaduan yang masuk ke OJK melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) terbanyak adalah pengaduan di sektor perbankan, yakni sebanyak 19.064.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara terdapat 9.226 pengaduan di sektor fintech P2P, 7.816 pengaduan di sektor pembiayaan, 3.007 pengaduan di sektor asuransi, dan 185 pengaduan di sektor pasar modal.
"Kalau di perbankan, produk yang sering diadukan ke OJK itu kredit multiguna, kredit tanpa agunan, kredit pembiayaan modal kerja, kartu kredit, tabungan, KPR, ini juga banyak disampaikan. Kemudian bagaimana perilaku petugas penagihan, permasalahan agunan, penolakan pelunasan dipercepat, dan lain-lain," ujar Kiki dalam konferensi pers di gedung Wisma Mulia 2, Jakarta Selatan, Kamis (1/2).
Untuk sektor asuransi, Kiki menjelaskan permasalahan yang sering muncul di antara konsumen adalah kesulitan klaim. Namun ia menyebut konsumen juga tak jarang ada yang melanggar persoalan klaim.
"Ada juga yang memang dipersulit. Jadi kita harus melihat bagaimana sih duduk permasalahannya. Jadi OJK enggak akan gelap mata bantu salah satu, enggak akan seperti itu. Jadi lihat case by case. Kemudian persoalan premi dan lain-lain," jelas dia lebih lanjut.
Sementara, di sektor pembiayaan, Kiki mencontohkan banyak pengaduan soal perilaku petugas penagihan hingga produk multiguna.
"Modusnya misalnya tindakan penagihan disertai dengan kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun verbal. Tindakan penagihan disertai dengan ancaman penyebaran data pribadi, penagihan dan menghubungi nomor telepon di luar kontak darurat dan sebagainya. Itu banyak sekali," tutur Kiki.
OJK juga menerima banyak keluhan di sektor fintech. Tentu saja, yang utama adalah perilaku petugas penagihan.
"Kemudian banyak sekali penggunaan data pribadi dan lain-lain. Ini juga perihalnya berbeda-beda," katanya.
Banyaknya jumlah pengaduan tersebut menjadi latar belakang OJK untuk menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Penerbitan POJK ini merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan menggantikan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan serta menyempurnakan beberapa POJK lainnya.
Penguatan pengaturan pelindungan konsumen dalam POJK ini mempertimbangkan perluasan pelaku usaha jasa keuangan, digitalisasi produk dan atau layanan di sektor jasa keuangan, serta perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan dinamis.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sardjito menegaskan bahwa POJK 22/2023 tidak berlaku bagi para konsumen nakal.
"Saya sudah tegaskan bahwa OJK tidak akan melindungi konsumen yang nakal," ujar dia.
(del/pta)