Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menilai kerugian BUMN Farmasi tak lepas dari proses perencanaan terkait dengan pengadaan infrastruktur pencegahan covid mengalami masalah.
Sehingga, menurutnya pada saat terlaksana, banyak sekali alat-alat tes yang pada akhirnya tidak terpakai sehingga tidak bisa terjual. Hal ini akhirnya menjadi biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan.
Penyebab lain yang cukup membebani perusahaan termasuk bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi. Andry menjelaskan proses pengawasan atau audit terhadap kinerja perusahaan ketika covid termasuk minim. Pasalnya, ia mengatakan beberapa dari perusahaan mendapatkan keistimewaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga proses pengawan itu tidak terjaga dengan baik. Di saat yang bersamaan tata kelola PMN-nya juga tidak baik. Jadi pada akhirnya menghasilkan praktik-praktik kecurangan," tutur dia.
"Praktik ini termasuk di dalamnya proses investasi yang tidak tepat. Lalu yang kita tahu yang cukup viral kemarin terkait dengan pinjol (pinjaman online). Nah ini kan bentuk-bentuk fraud yang dialami oleh BUMN," imbuh Andry.
Andry menyebut hal pertama yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan BUMN Farmasi adalah melakukan restrukturisasi besar-besaran. Namun sebelum mengarah ke sana, ia mengatakan perlu ada yang bertanggung jawab terkait dengan permasalahan ini.
"Pucuk pimpinannya ya pada akhirnya harus mundur. Harus dilakukan sebagai jaminan bahwa proses restrukturisasi itu akan berjalan dan akan berimplikasi kepada kinerja dari perusahaan ke depan. Jadi ya harus ada proses bersih-bersih dalam jangka pendek ini," kata Andry.
Sementara untuk jangka panjang, ia merasa Kementerian BUMN perlu menjaga agar proses bisnis dari BUMN itu sendiri tidak mengalami bentuk-bentuk fraud. Menurutnya, perlu ada sistem, seperti International Organization for Standardization (ISO) yang harus dimiliki oelh BUMN terkait fraud.
Ia pun mengatakan perlu ada mekanisme pengawan yang perlu dilakukan, seperti halnya sudah diterapkan di beberapa negara yang memiliki sistem anti fraud yang hukumnya wajib dimiliki BUMN di negara tersebut.
Dalam hal ini, fraud yang dimaksud termasuk korupsi, penyogokan atau bribery, pencurian data, hingga money laundering.
"Tapi yang kita tahu yang di farmasi ini kan misappropriation aset atau salah kelola aset. Jadi ini juga salah satu bentuk penyalahgunaan pengelolaan aset, ini kan salah satu hal. yang tidak tentu diinginkan. Seperti memanipulasi terkait dengan banyak hal, mulai dari invoice dan lain sebagainya," ujar Andry.
Andry berharap pengelolaan bisnis dan juga praktik dari bisnis BUMN Farmasi berjalan secara profesional. Ia juga berharap perusahaan pelat merah di bidang farmasi bisa dipayungi dengan sistem anti fraud agar kepercayaan investor tak menghilang.
"Ini kan yang kita takutkan, kepercayaan investor akan terganggu kalau misalkan satu BUMN bermasalah karena menganggap bahwa beberapa BUMN melakukan hal yang serupa," katanya.
"Jadi saya rasa sih ini waktunya Kementerian BUMN kembali berbenah ya, terkait dengan mekanisme pengawasan fraud tersebut," lanjut Andry.
Senada, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan penugasan pemerintah ketika covid-19 pada BUMN Farmasi sangat besar, di mana mereka diminta untuk menyediakan masker hingga vaksin, termasuk mendirikan klinik untuk tes covid.
Kata dia, keuangan dari BUMN Farmasi pun melejit karena kebutuhan untuk covid-19 juga besar pada saat pandemi. Pasalnya, untuk masuk ke ruangan perlu adanya tes covid-19 yang menyebabkan pemintaan layanan farmasi meningkat. Belum termasuk obat-obatan.
Nailul menyampakan saat itu pendapatannya bisa naik dua kali lipat. Namun ketika pandemi berakhir, nasib BUMN Farmasi tak karuan lantaran sudah mengeluarkan modal yang akhirnya menyebabkan pembengkakan biaya, hingga memicu rugi yang dalam.
"Saya rasa memang perbaikan mulai dari manajerial hingga strategi perusahaan. Direksi yang terlibat dengan strategi masa lalu perlu diganti. Strategi yang diterapkan bisa adaptif dengan perkembangan permintaan pasar dan zaman," jelas Nailul.