Melihat Aturan Dana Bagi Hasil yang Dikritik Bahlil Merugikan Daerah

CNN Indonesia
Jumat, 18 Okt 2024 08:07 WIB
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengkritik pembagian dana bagi hasil (DBH) hasil ekspor produk hilirisasi yang dianggap tak adil ke pemerintah daerah (pemda). Ilustrasi pertambangan. ( iStock/small smiles).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengkritik pembagian dana bagi hasil (DBH) hasil ekspor produk hilirisasi yang dianggap tak adil ke pemerintah daerah (pemda).

Adapun DBH diatur oleh Kementerian Keuangan yang saat ini di bawah komando Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Dalam disertasinya, Bahlil menyebutkan berkat hilirisasi, ekspor nikel yang sebelumnya hanya US$3,3 miliar pada 2017 berhasil melonjak ke US$34 miliar. Kendati, DBH yang diberikan ke pemda tak sampai 20 persen.

"Namun apa yang terjadi dan menggelitik saya adalah DBH, contoh di Halmahera Tengah, satu kawasan industri menghasilkan Rp12,5 triliun. Tapi pemerintah pusat hanya membagikan mereka, untuk kabupaten enggak lebih dari Rp1,1 triliun dan provinsi hanya Rp900 miliar," ujar Bahlil dalam Sidang Doktor di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (16/10).

Padahal, menurutnya, masyarakat di sana adalah yang paling menerima dampak buruk dari kegiatan hilirisasi, seperti kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan.

Oleh sebab itu, ia mengusulkan porsi pembagian DBH terkait produk ekspor hilirisasi ditetapkan minimal 30 persen diberikan kepada pemda.

"Reformulasi yang kami, saya pikir ke depan kita akan lakukan perubahan, yang kami sarankan adalah 30-45 persen, kami ingin penerimaan negara harus dibagikan ke daerah, harus dibagi DBH oil and gas dan hilirisasi," jelas Bahlil.

Lantas seperti apa aturan DBH yang dikritik Bahlil merugikan pemda?

Mengutip UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana bagi hasil merupakan bagian dari dana transfer ke daerah (TKD) yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu.

Aturan tersebut menjelaskan DBH dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.

DBH dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Tujuan pemberian DBH adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pemerintah pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.

Pembagian DBH dilakukan berdasarkan dua prinsip, yakni by origin dan based on actual revenue. Prinsip yang disebut terakhir artinya penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan.

DBH terbagi menjadi dua jenis utama, yakni DBH pajak dan sumber daya alam (SDA). DBH pajak terdiri dari DBH Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB), DBH Pajak Penghasilan (DBH-PPh), dan DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

Sementara itu, DBH dari sumber daya alam meliputi DBH kehutanan, mineral dan batubara (minerba), minyak dan gas bumi, panas bumi, dan perikanan.

Pembagian DBH SDA berbeda-beda untuk setiap jenisnya, misalnya DBH Sawit dibagikan kepada provinsi sebesar 20 persen, kabupaten/kota penghasil sebesar 60 persen, dan kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 20 persen.

Sementara DBH Pertambangan umum 80 persen dari wilayah provinsi dibagi untuk provinsi yang bersangkutan dan 54 persen untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Kemudian untuk DBH Minyak Bumi 30 persen untuk daerah, 10 persen untuk pemerintah provinsi, dan 20 persen sisanya untuk seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut.

Kemudian untuk DBH PBB, 90 persen dibagi untuk provinsi yang bersangkutan sebesar 16,2 persen, kabupaten/kota yang bersangkutan sebesar 64,8 persen dan biaya pemungutan 9 persen.

(del/agt)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK