Di samping itu, ia menilai pemerintah juga perlu memastikan tujuan pembelian rumah bukan untuk investasi atau spekulasi, melainkan masyarakat yang betul-betul membutuhkan tempat tinggal.
"Ini yang rumit karena pembangunan dan penjualan tentu tidak semua dari pemerintah. Pemerintah perlu memastikan agar tidak terjadi penyelewengan program," imbuhnya.
Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita tak menutup kemungkinan strategi tersebut memicu risiko yang tidak diinginkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, strategi membangun di atas lahan sitaan negara maupun BUMN tak masalah selama proses pemberian konsesinya atau proses pelepasannya ke dunia usaha dilakukan secara baik sesuai dengan aturan yang ada.
Toh, menurutnya, selama ini tanah 'nganggur' milik BUMN juga diberikan kepada masyarakat dalam program sertifikat gratis era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
"Logikanya kan sederhana, ketimbang lahan tersebut tak produktif dan nganggur, tentu akan lebih baik jika diupayakan menjadi produktif, salah satunya untuk perumahan rakyat yang affordable, bersubsidi, dan bisa diakses dengan lebih mudah oleh kelompok masyarakat yang belum memiliki rumah," ucapnya.
Ronny mengungkap sejumlah persiapan yang perlu dilakukan pemerintah agar strategi dengan niat baik ini bisa benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Pertama, pendataan lahan yang yang telah disita dan telah menjadi milik negara atau BUMN harus jelas. Jangan sampai karena ambisi merealisasikan program perumahan ini, lantas lahan adat, lahan masyarakat, dan lahan milik perusahaan diklaim bersengketa dan diklaim milik negara.
"Jadi datanya harus jelas dan pasti, dengan sokongan legalitas yang jelas," tutur Ronny.
Kedua, penggunaannya harus dipastikan, yakni untuk penyediaan perumahan dengan harga terjangkau di satu sisi dan didukung dengan layanan pembiayaan yang juga aksesibel di sisi lain.
Artinya, pemerintah perlu memastikan jangan sampai lahan tersebut lepas ke tangan pengusaha yang justru di kemudian hari membangun perumahan mewah untuk kelas atas, membangun mal, atau kawasan bisnis milik perusahaan di sana.
"Jika itu terjadi, tentu sudah melenceng dari tujuan dibuatnya Kementerian Perumahan Rakyat," tegas dia.
Ia menegaskan pemerintah harus membuat seluruh proses dari pembangunan rumah di lahan-lahan ini transparan agar bisa terpantau oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perumahan rakyat. Hal ini, kata dia, guna mendapatkan umpan balik dari publik jika ada lahan yang tak jelas dan dipakai untuk tujuan lain.
Di samping itu, Ronny melihat pemerintah harus melibatkan pengusaha yang memang telah memiliki reputasi publik dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Jika perlu, dijalankan oleh BUMN perumahan dengan dukungan perbankan BUMN juga. Sehingga jika mereka macam-macam, maka mereka sedang mempertaruhkan harga saham mereka di bursa," tutur Ronny.
(pta)