ANALISIS

Menakar Untung Rugi Bulog Jadi Badan Otonom di Bawah Presiden

Feby Febrina Nadeak | CNN Indonesia
Kamis, 14 Nov 2024 07:27 WIB
Jika Bulog jadi badan otonom akan semakin memudahkan pemantauan oleh presiden, tapi tak menjamin swasembada dan target lain tercapai.
Tidak Bim Salabim Stabilkan Harga hingga Wujudkan Swasembada. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Dengan Bulog berada langsung di bawah presiden, Ronny melihat tidak akan serta merta membuat harga bahan pokok bisa terkendali. Soal kestabilan harga bahan pokok katanya tergantung kepada kebijakan teknis dari Bulog seperti seberapa serius Bulog bisa menyerap cadangan pangan untuk dikeluarkan di saat suplai rendah.

"Dengan kata lain, saya tidak melihat relasi Bulog yang akan diletakkan di bawah presiden dengan kemampuan Bulog dalam melakukan stabilisasi harga. Hal itu sangat bergantung kepada kemampuan Bulog sendiri sebagai penjaga gawang cadangan pangan dan stabilisasi harga," katanya.

Ronny juga menilai tidak ada jaminan swasembada pangan bisa tercapai jika Bulog langsung berada di bawah presiden. Bulog katanya hanya satu dari sekian faktor yang dibutuhkan untuk terjadinya swasembada pangan. Peran Bulog hanya pada sisi pascaproduksi, yakni pengelolaan cadangan pangan nasional untuk stabilisasi harga. Sementara swasembada pangan sulit tercapai jika kapasitas produksi nasional tak naik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlepas dari itu semua, Ronny melihat peletakan Bulog menjadi wewenang dan hak prerogatif presiden. Keberanian Prabowo dalam bereksperimen untuk menerobos kebuntuan kinerja Bulog selama ini katanya perlu diapresiasi.

"Di sisi lain, siapa tau niat utama Prabowo adalah untuk mereformasi Bulog dulu sebelum dipakai sebagai instrumen ketahanan pangan, mengingat sangat banyak cerita miring berkembang tentang Bulog selama ini," katanya.
Senada, Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan rencana untuk mengubah Bulog dari BUMN menjadi lembaga pemerintah yang berada langsung di bawah presiden menimbulkan harapan besar terkait peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Sebagai lembaga yang akan langsung berkoordinasi dengan presiden, sambungnya, Bulog bisa lebih fleksibel merespons perubahan harga atau kebutuhan pasar tanpa terhambat oleh birokrasi yang kompleks sebagaimana kerap terjadi pada BUMN.

Namun, Achmad melihat ada risiko yang menyertai perubahan status Bulog yakni ketergantungan pada pemerintah yang sedang berkuasa bisa memunculkan intervensi politik dalam pengambilan keputusan. Ini berpotensi mengganggu netralitas Bulog terutama dalam menentukan harga pangan atau kebijakan impor.

Ia juga melihat meskipun Bulog nantinya di bawah presiden belum tentu berpengaruh ke stabilitas dan harga pangan. Pasalnya, stabilitas dan harga pangan tidak semata-mata bergantung pada perubahan struktural Bulog.

"Salah satu tantangan utama dalam stabilisasi harga pangan adalah keberadaan Bulog yang belum tersebar di seluruh provinsi, yang mengakibatkan kesenjangan dalam distribusi pangan di berbagai wilayah," katanya.

Selain itu, menjaga stabilitas harga pangan memerlukan kolaborasi erat dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang dikelola oleh Bank Indonesia (BI). TPID katanya memainkan peran penting dalam pengendalian harga di tingkat lokal melalui pemantauan dan respons yang cepat terhadap dinamika pasar di setiap daerah.

Tantangan lain yang dihadapi adalah faktor eksternal seperti kondisi iklim, harga komoditas global, dan gangguan rantai pasok yang dapat memengaruhi harga pangan nasional.

Dengan demikian, meskipun berada di bawah presiden, efektivitas Bulog dalam menjaga stabilitas harga tergantung pada sinergi lintas lembaga dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Perubahan peran Bulog di bawah presiden juga tidak serta-merta menjamin tercapainya swasembada pangan. Pasalnya Bulog hanya berperan dalam pengelolaan stok dan distribusi pangan untuk menjaga stabilitas harga. Sedangkan upaya swasembada memerlukan peningkatan produktivitas lahan, kualitas bibit, akses teknologi, serta dukungan infrastruktur, dan pembiayaan yang kuat di sektor pertanian.

"Untuk mencapai swasembada, diperlukan kebijakan yang holistik dan berkelanjutan di sektor pertanian, di mana Bulog berfungsi sebagai salah satu instrumen dalam rantai yang lebih besar, bukan satu-satunya faktor penentu," imbuhnya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER