ANALISIS

Sri Mulyani Cuma 'Tumbal' Minyakita Mahal, Apa Biang Kerok Sebenarnya?

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Selasa, 14 Jan 2025 07:40 WIB
Biaya Pungut Menkeu dinilai cuma kambing hitam Minyakita mahal untuk menutupi kegagalan Kemendag soal rantai pasok hingga kebijakan DMO.
Produsen Sengaja Kurangi Produksi. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)

Direktur Next Policy Yusuf Wibisono membongkar penyebab asli mengapa harga Minyakita terus merangkak naik. Alasannya, produsen swasta sengaja mengurangi pasokan.

Ia menegaskan gejolak harga Minyakita selama ini berakar dari masalah skema pasokan yang berbasis domestic market obligation (DMO). Ketersedian produk yang tidak stabil pada akhirnya mengerek harga minyak.

"Pasokan dan harga Minyakita yang sering tidak stabil menurut saya terjadi karena produsen swasta memang mengurangi produksinya, sehingga pasokan di pasar terbatas," beber Yusuf.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Produsen swasta menurunkan produksi Minyakita karena tidak cukup insentif bagi mereka memproduksi, di tengah ekspor crude palm oil (CPO) yang kini harganya cenderung lesu," tambahnya.

Berbeda dengan Kemendag, Yusuf punya alasan kuat mengapa memproduksi Minyakita tak menarik bagi produsen. Pertama, harga ekspor CPO sekarang ini sedang rendah. Fakta tersebut membuat hak mengirim minyak kelapa sawit ke luar negeri setelah memproduksi Minyakita menjadi imbalan yang tidak seksi bagi pengusaha.

Kedua, ekspor CPO dikenakan bea keluar dan pungutan ekspor. Harga yang lesu di pasar global ditambah sejumlah kewajiban tersebut malah membuat produsen merugi.

"(Harga CPO lesu) seiring melemahnya permintaan dunia akibat resesi global. Ditambah, UU Anti-Deforestasi dari Uni Eropa dan kebijakan substitusi minyak nabati di India. Ekspor CPO Indonesia cenderung melemah," tegasnya.

"Titik kritis kebijakan DMO Minyakita dengan imbalan hak ekspor CPO adalah harga CPO yang tinggi. Ketika kini harga CPO cenderung tertekan, (hak) ekspor tidak lagi menjadi insentif yang menarik," sambung Yusuf.

Sebaliknya, Yusuf menyarankan pemerintah segera melakukan reformasi kebijakan. Ini ditempuh agar ekspor CPO bisa terus terjaga kondusif.

Sedangkan bea keluar dan pungutan ekspor CPO bisa dipakai untuk biaya subsidi produksi minyak goreng rakyat alias Minyakita. Ia menegaskan pendapatan dari ekspor CPO memang seharusnya fokus digunakan untuk kepentingan rakyat.

Ia menyoroti bagaimana pemerintah selama ini keliru mengelola dana pungutan ekspor di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Yusuf mengatakan pemerintah salah kaprah, yakni memakai lebih dari 80 persen dana tersebut untuk subsidi biodiesel.

"Seharusnya pendapatan dari ekspor CPO digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat, yaitu subsidi peremajaan lahan sawit rakyat dan subsidi minyak goreng sawit domestik, terutama untuk masyarakat miskin," saran Yusuf.

"Bahkan, dana pungutan ekspor CPO ini seharusnya digunakan untuk mendukung koperasi-koperasi petani sawit agar mereka memiliki pabrik CPO dan pabrik minyak goreng sendiri. Dengan demikian, ke depan pasokan minyak goreng rakyat tidak hanya dari produsen besar swasta, juga dari produksi petani rakyat melalui koperasi," imbuhnya.

Akan tetapi, Yusuf menilai sah-sah saja jika Minyakita ingin dibebaskan dari kewajiban PPN dengan tarif 11 persen. Asalkan dana pungutan ekspor CPO benar-benar diprioritaskan untuk subsidi produksi dan distribusi Minyakita.

Ia menyarankan PTPN melalui PalmCo ditugaskan untuk memproduksi Minyakita. Sedangkan Bulog menjadi pihak yang mendistribusikan minyak goreng rakyat tersebut ke seluruh Indonesia.

Yusuf yakin PTPN dan PalmCo memiliki kapasitas untuk memproduksi seluruh kebutuhan Minyakita secara nasional. Begitu pula Bulog yang punya pengalaman menyalurkan komoditas penting bersubsidi ke penjuru tanah air, terutama beras untuk rakyat miskin.

"PTPN harus didukung dengan subsidi yang memadai untuk memproduksi Minyakita, demikian pula Bulog membutuhkan dukungan untuk menyalurkan ke masyarakat dengan harga yang terjangkau, termasuk membebaskannya dari PPN," tutup Yusuf.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER