Sementara itu, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan sebelum berbicara untung dan rugi, perlu dilihat dan dipastikan apakah UMKM mampu dan bisa memenuhi syarat untuk mengelola tambang.
Sebab, ia menilai mengelola lahan pertambangan bukan hanya sekedar melakukan kegiatan pertambangan, tetapi juga harus mampu mengelola dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut, seperti ke lingkungan dan sosial.
"Ini kan juga harus menjadi penilaian, apakah UMKM mampu membangun pusat pengendalian limbah tambang misalkan, atau bagaimana jika terjadi konflik dan sebagainya. Jangan sampai ini terdengar heroik untuk meningkatkan skala usaha kecil menengah saja, tapi juga mengenai sustainabilitynya seperti apa," jelas Huda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Huda juga menekankan bahwa pemerintah harus memastikan UMKM yang mendapatkan IUP betul-betul milik masyarakat setempat dan tidak ada pengusaha besar yang bersembunyi di baliknya.
"Jangan sampai UMKM kelola tambang tapi ya ternyata pemiliknya juga usaha besar. Terkesan pro ke UMKM tapi ternyata di-prank," kata Huda.
Menurutnya, masih banyak catatan yang harus dibenahi sebelum UMKM mengelola lahan pertambangan. Misalnya, kriteria yang ditetapkan harus jelas.
Huda menyarankan tiga kriteria yang harus ditetapkan pemerintah dalam penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) untuk pengelolaan tambang oleh UMKM ini.
Pertama, pelaku UMKM yang hendak diberikan izin pengelolaan tambang harus bisa membangun pengelolaan limbah tambang.
Kedua, harus ada manajemen risiko pengelolaan tambang. Ketiga, harus ada dokumen yang menunjukkan bahwa UMKM mampu menyelesaikan masalah konflik jika ditemukan di kemudian hari.
"Jadi menurut saya masih banyak catatan lah sebelum UMKM ini bener-bener bisa mengelola tambang ini," pungkas Huda.