Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi bulanan beruntun pada awal 2025, yakni 0,76 persen di Januari 2025 serta 0,48 persen pada bulan berikutnya. Bahkan, ada deflasi tahunan 0,09 persen sebagai fenomena yang baru muncul lagi setelah 25 tahun lamanya.
Kendati, Menkeu Sri Mulyani menegaskan deflasi bukan menunjukkan daya beli masyarakat yang turun. Ia mengklaim pemerintah sengaja menurunkan harga-harga di pasar.
"Banyak yang memberikan interpretasi, 'Oh, kita deflasi karena (belanja) masyarakat lesu'. Enggak juga! (Harga-harga) turun itu karena policy, bukan karena permintaannya enggak ada," tegasnya dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (13/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wanita yang akrab disapa Ani itu mengatakan pemerintah memberikan diskon tarif listrik 50 persen pada Januari 2025-Februari 2025, di mana menjadi penyumbang deflasi. Ada juga diskon bahkan tarif tol gratis, sampai menurunkan harga tiket pesawat jelang mudik lebaran.
Anak buah Prabowo itu mengakui bagaimana pentingnya daya beli dalam menopang perekonomian Indonesia. Ia mengklaim APBN selama ini sudah membantu warga Indonesia sangat banyak.
"Daya beli, daya beli, daya beli. Walaupun banyak berita mengenai kelas menengah, namun di tengah terpaan yang begitu banyak, dalam 3 tahun terakhir Indonesia mampu menjaga growth consumption kita mendekati 5 persen. Jadi, ini adalah sesuatu yang luar biasa dan peranan APBN luar biasa banyak untuk menjaga daya beli tersebut," tuturnya.
APBN mengalami defisit Rp31,2 triliun alias 0,13 persen sampai 28 Februari 2025. Ini dikarenakan belanja negara pada dua bulan pertama tembus Rp348,1 triliun, sedangkan pemasukannya cuma Rp316,9 triliun.
Sri Mulyani melaporkan pendapatan negara baru 10,5 persen dari target APBN 2025. Sumbernya berasal dari penerimaan perpajakan senilai Rp240,4 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp76,4 triliun.
Penerimaan pajak bahkan baru Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target, di mana turun cukup dalam dibandingkan periode yang sama di tahun lalu sebanyak Rp269,02 triliun. Dengan kata lain, penerimaan pajak selama dua bulan pertama di 2025 turun 30,19 persen secara year on year (yoy).
Mengutip CNBC Indonesia Research, defisit di awal tahun ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak 2022. Walau, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu membantah ada anomali dalam kinerja APBN, khususnya penerimaan pajak.
"Jadi, kalau kita lihat dalam empat tahun terakhir mulai 2022 itu polanya sama. Desember naik cukup tinggi karena ada efek Nataru dan akhir tahun, kemudian menurun di Januari-Februari. Itu sama setiap tahun. Jadi, tidak ada hal yang anomali. Sifatnya normal saja," ucap Anggito.