Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan di level 5 persen. Target itu jauh di bawah mimpi Presiden Prabowo Subianto bisa tumbuh 8 persen selama pemerintahannya.
Meski jauh dari angan Prabowo, tapi para analis menilai rencana pertumbuhan 5 persen di 2026 itu sangat optimistis. Bahkan, cenderung di atas kemampuan pemerintah di tengah kondisi perekonomian yang penuh tantangan saat ini.
Berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2026, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2 persen hingga 5,8 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KEM-PPKF menargetkan (pertumbuhan ekonomi) untuk tahun 2026 gross antara 5,2 persen - 5,8 persen," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (1/7).
Menurut Ani, sapaan akrabnya, konsumsi rumah tangga harus dikerek pada kisaran 5 persen-5,5 persen untuk mencapai target pertumbuhan itu.
Lalu, investasi minimal terkumpul Rp7.500 triliun atau tumbuh 5 persen-5,9 persen secara tahunan (year on year/ yoy).
"Pada kuartal I-2025 investasi kita hanya tumbuh 2,1 persen, selama 4 tahun terakhir investasi kita tumbuh di antara 3 persen-4 persen. Jadi kalau kita mau tumbuh di atas 5,2 persen-5,8 persen, maka investasi harus tumbuh mendekati 6 persen," jelasnya.
Tak hanya itu, kinerja ekspor pun ditekankan harus tetap terjaga stabil dengan pertumbuhan di kisaran antara 6,5 persen-6,8 persen.
Target pertumbuhan tersebut tak beda jauh dengan tahun ini yang dipatok 5,2 persen pada APBN 2025, meski pemerintah telah merevisi menjadi hanya 4,7 persen-5 persen saja sepanjang 2025.
Revisi ke bawah target perekonomian sepanjang tahun ini menjadi tanda bahwa pemerintah diambang kegagalan memenuhi proyeksi pertumbuhan yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun ini.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky berpandangan target pertumbuhan di atas level 5 persen tersebut sangat optimis.
"Artinya kalau kita lihat secara historis, ini udah lama banget kita secara tahunan nggak tumbuh sampai 5,2 persen. Apalagi kalau sampai 5,8 persen. Mungkin selain periode pulih pandemi, kemarin mungkin di kondisi normal kita terakhir tumbuh 5,2 persen mungkin 10 tahun lalu," ujar Riefky kepada CNNIndonesia.com.
Terlebih, kondisi perekonomian memang sedang tidak baik-baik saja. Hal itu ditandai dengan daya beli menurun dan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 yang hanya mampu tumbuh 4,87 persen.
"Jadi, 5,2 persen ini sangat ambisius. Mengingat apalagi di tahun lalu kita aja cukup struggling untuk bisa tumbuh di 5 persen," kata dia.
Padahal, Riefky menilai pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 harusnya bisa di atas 5 persen. Pasalnya, ada momentum ramadan di Maret yang biasanya memberikan kontribusi tinggi ke perekonomian.
"Kemarin Q-1 bahkan kita tumbuhnya jeblok di bawah 5 persen. Jadi, saya malah melihat 5,2 sampai 5,8 ini cukup optimistis, jauh dari pesimis. Memang enggak sampai 6 persen, kita pun juga sudah berdekade-dekade enggak tumbuh mencapai 6 persen. Jadi, saya rasa ini justru di atas kondisi normal kita," jelasnya.
Karenanya, Riefky menilai target pertumbuhan ekonomi tahun depan wajar hanya 5 persen.
Bersambung ke halaman berikutnya...
PR Pemerintah
Dengan kondisi ini, maka Riefky melihat banyak 'PR' yang harus diselesaikan pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, meski tak akan bisa mencapai pertumbuhan 8 persen seperti yang dicita-citakan Prabowo.
"Kondisi saat ini, kita melihat memang 8 persen itu sudah relatively impossible dilakukan dalam beberapa tahun mendatang. Setahun atau dua tahun ke depan, saya rasa sangat jauh dari 8 persen. Kita bahkan 5 persen saja itu struggling," terangnya.
Bahkan, kehadiran Danantara untuk mengoptimalkan investasi pemerintah pun dinilai tak akan banyak membantu. Pasalnya, belum diketahui sektor investasi yang akan digarap oleh lembaga tersebut di kemudian hari.
"Danantara ini akan sangat tergantung dari investment seperti apa yang mereka lakukan nanti. Kita masih belum tahu, strukturnya aja pun juga belum sepenuhnya rampung. Jadi, memang sangat sulit untuk menilai seberapa besar peran nanti Danantara dalam mendukung pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang memakan anggaran sangat besar pun dinilai dampaknya ke perekonomian sangat minim dalam 5 tahun ke depan.
"MBG ini kan menyasar di nutrisi anak-anak. Yang tentu dampak produktivitasnya ini baru terlihat di jangka panjang," kata Riefky.
Langkah yang dinilai bisa diandalkan untuk menggenjot perekonomian adalah deregulasi impor yang baru saja diumumkan pemerintah pekan ini.
Selain itu, langkah ini juga bisa memperbaiki kebijakan yang menghambat iklim investasi di Tanah Air, seperti pemberantasan aktivita rente dan ormas.
"Sehingga ujung-ujungnya kita bisa meningkatkan investasi. Kalau investasi bisa meningkat, maka lapangan kerja tercipta, lapangan kerja tercipta, daya beli masyarakat meningkat, daya beli masyarakat meningkat, pertumbuhan ekonomi bisa meningkat. Nah, ini yang saya rasa memiliki peluang paling besar," tegasnya.
Dipengaruhi Kondisi Domestik dan Global
Sementara, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menilai target pertumbuhan ekonomi sampai 5,8 persen di tahun depan terlalu tinggi dan di atas kemampuan pemerintah.
"Menurut saya, target tersebut tentu overshooting, jika dilihat dari perkembangan ekonomi domestik dan global belakangan," ujar Ronny.
Menurutnya, di domestik, imbas efisiensi masih sangat terasa. Apabila tahun depan kebijakan tersebut berlanjut alias tidak di relaksasi, maka tekanan terhadap pertumbuhan akan tetap sama.
Kondisi ini akan mempersulit di tengah kinerja konsumsi rumah tangga yang juga belum terlalu pulih di tahun depan, karena daya beli masyarakat masih cukup tertekan.
Di ranah global, meski perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) sudah mulai agak reda, pertumbuhan ekonomi global masih akan tertekan, terutama karena ketidakpastian global akibat semakin tingginya tensi geopolitik di antara beberapa negara great power.
"Risikonya, ancaman terhadap kurs mata uang masih tinggi dan potensi FDI (investasi asing) masuk ke Indonesia akan menurun," jelasnya.
[Gambas:Photo CNN]
Ronny menilai untuk sebuah target tentu tak bisa disalahkan dan sah-sah saja. Setidaknya bisa dimaknai positif di dalam konteks untuk membangun optimisme publik, terutama untuk pelaku pasar.
Kendati demikian, angka 5,2 persen-5,8 persen dinilai memang terlalu tinggi. Ia meramal perekonomian tahun depan tak akan jauh beda dari proyeksi tahun ini.
"Prediksi saya, realistisnya pertumbuhan ekonomi tahun depan 5 persen - 5,2 persen," tegasnya.
Sementara untuk cita-cita pertumbuhan ekonomi 8 persen, dipandang masih akan belum akan tercapai dalam lima tahun mendatang. Kehadiran Danantara pun dinilai tak terlalu banyak membantu.
"Apalagi jika model dan strategi kebijakan ekonomi nasional seperti hari ini. Pasti banyak kebijakan dan program yang bisa digunakan. Tapi semuanya tentu kembali kepada platform ekonomi pemerintah dan pemerintah yakin dengan visi misinya itu. Danantara juga tentu ada peran, cuma untuk 8 persen, perannya tentu tak terlalu besar," pungkasnya.
[Gambas:Video CNN]