ANALISIS

Ancaman Penindasan Mengintai dari Tanah Nganggur 2 Tahun Disita Negara

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Rabu, 16 Jul 2025 08:10 WIB
Pengamat menyebut PP Nomor 2 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar era Jokowi membuka ruang bagi negara menindas hak tanah masyarakat.
Pengamat meminta pemerintah mencontoh Malaysia dalam menyikapi keberadaan tanah nganggur agar tak merugikan masyarakat. (ANTARA FOTO /Irfan Sumanjaya).

Apa praktik 'merampas' kembali tanah warga lazim di negara lain? Perlukah ganti rugi kepada pemilik sertifikat?

Fikri mengatakan sampai saat ini tidak ada ketentuan resmi terkait ganti rugi tanah yang ditetapkan sebagai objek telantar oleh pemerintah.

Namun, ia mencontohkan bagaimana Malaysia menyikapi dengan bijak tanah telantar atau yang dikenal dengan 'tanah terbiar'. Negeri Jiran disebut tak bernafsu merebut tanah milik warga, melainkan memilih memberi insentif 'Gerakan Pertanian Pembangunan Tanah Terbiar'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Melalui program ini, setiap orang yang mengusahakan tanah yang diduga telantar, terutama bagi pemegang hak yang diduga menelantarkan diberikan insentif sebesar 20 ribu ringgit agar tanah tersebut diusahakan. Jadi, kebijakan yang sangat kontras dengan Indonesia. Mungkin bisa diambil pembelajaran juga bagi pemerintah kita," sarannya kepada Prabowo.

Sementara itu, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Azhar Syahida menilai semangat pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanah merupakan hal baik. Ia menekankan semangat itu semestinya dibarengi proses yang benar dan dasar hukum kuat.

Azhar berpesan kepada Prabowo dan para pembantunya agar tak menyalahi semangat reforma agraria. Alih-alih menurunkan ketimpangan, justru berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat kalau tak dilandasi kepentingan publik dan memperhatikan aspek lingkungan.

"Di Australia, misalnya, kebijakan pertanahan diatur dengan begitu ketat. Peruntukan petak tanah dilakukan dengan sistem planning yang matang dan tidak mudah diubah sehingga konversi tanah itu dilakukan dengan ketat untuk melindungi lingkungan, kegiatan ekonomi agrikultur, dan lain-lain. Misalnya, tanah pertanian tidak dengan mudah bisa dikonversi ke penggunaan yang lain, umpamanya untuk perumahan atau gedung," jelas Azhar.

"Di negara-negara lain ada beberapa yang melakukan pengalihan fungsi lahan telantar, tapi sangat ketat prosesnya. Dilandasi hukum yang kuat dan kompensasi yang adil," tegasnya.

Proses konversi tanah yang dianggap telantar itu perlu dilakukan Pemerintah Indonesia dengan hati-hati dan ketat. Namun, Azhar menegaskan upaya mengambil tanah bersertifikat resmi dan berwujud merupakan tindakan kurang tepat.

Kalaupun negara keukeuh mencabut hak atas tanah tersebut, Azhar menuntut ganti rugi yang adil dan tepat waktu bagi pemilik sertifikat. Pemerintah ia dorong untuk segera membuat landasan hukum terkait masalah ganti rugi tersebut.

Pengacara Properti Muhammad Rizal Siregar mengatakan ada potensi konflik sengketa pertanahan yang berkepanjangan jika pemerintah ngotot. Apalagi, perebutan kembali atas tanah yang jelas-jelas berstatus hak milik alias SHM.

"Konflik ini juga melibatkan berbagai aktor dan kepentingan-kepentingan, baik itu individu, masyarakat, perusahaan, maupun instansi pemerintah sebagaimana dalam struktur mafia tanah," ungkapnya.

"Urgensi dari hapusnya hak atas tanah yang ditelantarkan berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2021 belum memiliki kepastian hukum bagi pemegang hak karena tidak ditetapkan secara tegas ganti kerugian bagi pemegang hak," sambung Rizal.

Ia membeberkan setidaknya 3 kerugian yang bakal dirasakan pemilik sertifikat tanah yang dicap telantar oleh negara. Pertama, hilangnya potensi pendapatan dan keuntungan yang seharusnya bisa diperoleh.

Kedua, penurunan nilai aset. Ketiga, kerugian biaya-biaya karena pemilik tanah sudah berupaya mengeluarkan uang untuk menjaga lahan tersebut agar tidak menjadi tempat kegiatan negatif.

"Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah dan mengatasi masalah tanah telantar, seperti memberikan insentif bagi perusahaan untuk memanfaatkan tanahnya, memberikan sanksi yang tegas bagi perusahaan yang menelantarkan tanah, serta memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses dan memanfaatkan tanah telantar yang sudah dikuasai negara," tandasnya.

(agt)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER