Bos DJP Akan Otak Atik Pajak Kripto

CNN Indonesia
Selasa, 22 Jul 2025 12:10 WIB
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto berencana mengotak-atik pajak kripto. Otak atik ini ia terkait perubahan fungsi kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana).
Jakarta, CNN Indonesia --

Bos Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bimo Wijayanto berencana mengotak-atik pajak kripto.

Otak atik ini ia lakukan terkait perubahan fungsi kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan yang terjadi belakangan ini.

"Dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari commodities. Kemudian, ketika dia beralih kepada financial instrument maka aturannya harus kita adjust," jelas Bimo usai Peluncuran Taxpayers Charter di Kantor DJP, Jakarta Selatan, Selasa (22/7).

Pajak kripto tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Beleid itu kemudian direvisi dengan PMK Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

Pemerintah membagi dua besaran PPN yang dikenakan dari transaksi kripto di Indonesia.

Pertama, sebesar 1 persen dari tarif PPN yang berlaku jika transaksinya dilakukan melalui Pedagang Fisik Aset Kripto terdaftar. Tarif tersebut kemudian dikalikan dengan nilai transaksi aset kripto.

Kedua, dipungut 2 persen dari tarif PPN kalau pembeliannya dilakukan bukan dari Pedagang Fisik Aset Kripto terdaftar. Tarif ini juga dikalikan dengan total transaksi kripto tersebut.

Transaksi kripto juga dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dengan besaran 0,1 persen atau 0,2 persen, tergantung penyelenggara transaksinya terdaftar atau tidak.

Pemerintah menugaskan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik selaku exchanger untuk memungut, menyetor, dan melapor pajak kripto. Oleh karena itu, exchanger diwajibkan menerbitkan bukti pungut atas transaksi kripto tersebut.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto kemudian menyuarakan rencana perubahan pajak kripto tersebut. Ia menyebut ada setidaknya 3 sumber penerimaan yang diincar DJP Kementerian Keuangan dari transaksi digital, salah satunya kripto.

"Kita sedang merencanakan dan sedang memfinalisasi beberapa kebijakan yang terkait dengan (pertama) pengenaan pajak transaksi atas aset kripto dan juga (kedua) penunjukan lembaga jasa keuangan untuk bullion. Lalu (ketiga), juga digitalisasi dari transaksi luar negeri melalui platform luar negeri," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Senin (14/7).

Bimo menyebut inisiatif kebijakan pemajakan transaksi digital itu menghabiskan anggaran Rp8,62 miliar. Ia menjelaskan DJP masih perlu tambahan dana untuk program ini karena kebutuhannya tembus Rp10,33 miliar.

(skt/agt)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK