Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto membeberkan alasan tak memungut pajak dari kegiatan usaha bank emas (bullion bank).
Ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 52 Tahun 2025. Aturan baru tersebut bakal berlaku mulai 1 Agustus 2025.
"Belum ada pengaturan yang secara spesifik mengenai pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bullion," jelas Bimo dalam Media Briefing di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Kamis (31/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kealpaan aturan yang mengakomodir bullion bank, menurut Bimo, membuat acuannya bertahan dengan aturan lama. Itu adalah PMK Nomor 48 Tahun 2023 serta PMK Nomor 81 Tahun 2024.
Jika dibiarkan tanpa aturan baru, kondisi tersebut diklaim bakal menyebabkan saling pungut.
"Yang mana bullion pungut PPh Pasal 22 atas pembelian (emas) diatur di PMK 81 Tahun 2024 dengan rate 1,5 persen. Kemudian, di sisi lain supplier juga memungut PPh Pasal 22 atas penjualan, PMK 48 Tahun 2023, 0,25 persen," tuturnya soal urgensi PMK Nomor 52 Tahun 2025.
"Manfaatnya (PMK Nomor 52 Tahun 2025) bagi wajib pajak tentu ini insentif bagi lembaga jasa keuangan sebagai penyelenggara kegiatan usaha bullion berupa pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan," imbuh Bimo.
Memang tak banyak perubahan dalam PMK Nomor 52 Tahun 2025. Inti dari aturan baru Menteri Keuangan Sri Mulyani itu adalah mengakomodir pembebasan pajak transaksi penjualan emas atas kegiatan usaha bullion.
(skt/sfr)