Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani resmi memungut 2 pajak dalam transaksi perdagangan aset kripto.
Itu ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Beleid tersebut bakal resmi berlaku mulai 1 Agustus 2025 mendatang.
Pajak pertama yang dipungut Sri Mulyani adalah PPN. Ada 2 kondisi transaksi kripto yang bakal dikenakan pajak pertambahan nilai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, atas penyerahan jasa kena pajak berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan aset kripto oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Ini mencakup jual beli aset kripto menggunakan mata uang fiat; tukar-menukar alias barter aset kripto; deposit, penarikan dana, pemindahan, hingga penyediaan atau pengelolaan media penyimpanan aset kripto.
Sedangkan kondisi kedua yang dipungut PPN adalah atas penyerahan jasa kena pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto.
"PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) PMK Nomor 131 Tahun 2024," bunyi penggalan Pasal 5 Ayat (1) beleid tersebut, dikutip Rabu (30/7).
DPP nilai lain yang ditetapkan pemerintah adalah 11/12. Dengan kata lain, setiap transaksi kripto bakal dipungut PPN senilai 11 persen alias 0,11.
Misalnya, Ujang menjual 1 koin aset kripto dan Asep membelinya dengan uang rupiah di e-wallet yang disediakan PPMSE. Jika harga 1 koin aset kripto itu setara Rp500 juta, rumus perhitungan PPN-nya adalah 11 persen x (1 koin x Rp500 juta).
PPN yang dipungut dari transaksi itu berarti Rp55 juta.
Menkeu Sri Mulyani hanya membebaskan PPN atas penyerahan aset kripto yang dipersamakan dengan surat berharga.
Selain PPN, pajak kedua yang dipungut pemerintah dari transaksi perdagangan kripto adalah PPh. Tarifnya dipukul rata sebesar 0,21 persen dari nilai transaksi, baik jual beli maupun barter.
Tarif PPh yang dipungut kali ini lebih tinggi dibandingkan PMK Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Pemerintah saat itu hanya memungut PPh 0,1 persen atau 0,2 persen, tergantung penyelenggara transaksinya terdaftar atau tidak.
"PPMSE wajib membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan unifikasi atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada Ayat (8) paling lama akhir bulan masa pajak yang bersangkutan," jelas Pasal 12 Ayat (9).
"PPMSE wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada Ayat (8) yang telah dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," sambung Pasal 12 Ayat (12) PMK Nomor 50 Tahun 2025.
Berikut contoh PPh Pasal 22 yang dipungut dari transaksi kripto:
Bambang punya 1 koin kripto, sedangkan Pamungkas memiliki uang rupiah di e-wallet yang disediakan PPMSE. Harga 1 koin kripto itu adalah Rp500 juta. Pamungkas kemudian membeli 0,7 koin kripto milik Bambang pada 5 Agustus 2025 melalui platform perdagangan.
PPh Pasal 22 yang dipungut dari transaksi tersebut adalah 0,21 persen x (0,7 koin x Rp500 juta), yakni sebesar Rp735 ribu.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) diharuskan menyetorkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut paling lambat 15 September 2025. Lalu, melaporkan pemungutan itu pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Unifikasi Agustus, paling lambat pada 20 September 2025.
Cristian memiliki 0,3 koin kripto A dan Gonzales memegang 30 koin kripto B, keduanya melakukan transaksi tukar-menukar (swap) pada 10 Agustus 2025. Nilai konversi aset kripto A pada saat transaksi, misalnya, Rp500 juta per koin. Sedangkan harga kripto B adalah Rp5 juta per koin.
PPh yang dipungut dari transaksi penyerahan Cristian adalah 0,21 persen x (0,3 koin x Rp500 juta) alias Rp315 ribu.
Sedangkan PPh yang dipungut dari transaksi penyerahan Gonzales sebesar 0,21 persen x (30 koin x Rp5 juta), yakni Rp315 ribu.
PPMSE diharuskan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 berupa dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan unifikasi. Kemudian, menyetorkan hasil pungutan pajaknya pada 15 September 2025 dan melaporkannya dalam SPT Masa Pajak Penghasilan Unifikasi Agustus paling lambat 20 September 2025.