Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat (AS) tembus US$14,79 miliar atau Rp243,91 triliun (asumsi kurs Rp16.492 per dolar AS) pada semester I 2025.
Data tersebut diungkap menjelang penerapan tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump. Mulai 7 Agustus, produk Indonesia yang masuk Negeri Paman Sam bakal dipungut tarif 19 persen.
"Nilai ekspor nonmigas ke Amerika Serikat tercatat sebesar US$14,79 miliar," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam Konferensi Pers BPS, Jumat (1/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Pusat Statistik mencatat ada tiga komoditas yang paling banyak dikirim Indonesia ke Negeri Paman Sam.
Pertama, mesin dan perlengkapan elektrik dengan kode HS 85. Nilai ekspornya US$2,80 miliar atau setara Rp46,17 triliun sepanjang semester I 2025.
Posisi kedua ditempati alas kaki dengan kode HS 64. Nilai ekspor komoditas ini US$1,29 miliar atau setara Rp21,27 triliun.
Pakaian dan aksesorinya (rajutan) dengan kode HS 61 berada di tempat ketiga. BPS mencatat nilai ekspor HS 61 ke AS US$1,28 miliar alias Rp21,10 triliun.
Produk-produk Indonesia lainnya yang laku keras di pasar AS adalah pakaian dan aksesoris bukan rajutan (HS 62); lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15); karet dan barang dari karet (HS 40); perabot, lampu, dan alat penerangan (HS 94); ikan, crustacea, dan mollusca (HS 03); mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84); serta berbagai produk kimia (HS 38).
AS menjadi negara tujuan terbesar kedua dari produk-produk nonmigas Indonesia. Sekitar 11,52 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia dikirim ke negara tersebut.
Negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia adalah China. Niai ekspor nonmigas Indonesia ke China US$29,31 miliar.
Surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada Januari hingga Juni 2025 menyentuh US$19,48 miliar. Khusus Juni 2025, surplus sekitar US$4,1 miliar.
Pudji mengatakan surplus pada Juni 2025 ditopang surplus komoditas nonmigas US$5,22 miliar. Tiga komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), serta besi dan baja (HS 72).
Di lain sisi, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$1,11 miliar. BPS mencatat komoditas penyumbang defisit itu adalah minyak mentah dan hasil minyak.
"Impor komoditas minyak mentah tertinggi pada Januari 2025-Juni 2025 adalah crude petroleum oil (HS 27090010) sebesar US$3,9 miliar dengan volume 7,3 juta ton. Kemudian, impor komoditas hasil minyak tertinggi pada Januari 2025-Juni 2025 adalah motor spirit yang RON-nya lebih dari 90 dan kurang dari 97, yaitu HS 27101224 sebesar US$5,4 miliar dengan volume 8,1 juta ton," ujarnya.
(skt/dhf)