Mendag Masih Targetkan Ekspor Tumbuh 7,1 Persen Meski Ada Tarif Trump

CNN Indonesia
Selasa, 05 Agu 2025 15:57 WIB
Kemendag masih membidik pertumbuhan ekspor 7,1 persen 2025 ini meski Indonesia menghadapi tantangan baru berupa tarif 19 persen dari Amerika Serikat (AS). (CNN Indonesia/Dela Naufalia).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Perdagangan Budi Santoso masih membidik pertumbuhan ekspor sebesar 7,1 persen pada 2025 meski Indonesia menghadapi tantangan baru berupa kemungkinan pemberlakuan tarif resiprokal 19 persen dari Amerika Serikat (AS).

Menurutnya, kinerja ekspor nasional pada paruh pertama tahun ini menunjukkan tren positif yang mendukung pencapaian target tersebut.

"Dalam rangka peningkatan kinerja ekspor, kami telah melakukan penghitungan terkait target ekspor yang harus dicapai pada periode 2025-2029. Untuk 2025, kami menargetkan peningkatan ekspor sebesar 7,1 persen dan tentu saja Kemendag melakukan berbagai program untuk mendukung tercapai target tersebut," ujar Budi dalam konferensi pers di Kemendag, Jakarta Pusat, Senin (4/8).

Adapun di tengah dinamika global, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2025 tercatat surplus sebesar US$4,10 miliar. Secara kumulatif, surplus perdagangan semester I-2025 mencapai US$19,48 miliar, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$15,58 miliar.

Surplus tersebut terdiri dari surplus perdagangan nonmigas sebesar US$28,31 miliar dan defisit perdagangan migas sebesar US$8,83 miliar. Total ekspor Indonesia selama semester I-2025 tercatat US$135,41 miliar, atau tumbuh 7,70 persen secara tahunan.

Peningkatan ini didukung oleh ekspor nonmigas yang naik 8,96 persen menjadi US$128,39 miliar, sementara ekspor migas turun 11,04 persen menjadi US$7,03 miliar.

"Kinerja ekspor nasional pada semester I-2025 telah menunjukkan pertumbuhan yang positif yang menjadi sinyal kuat bagi pencapaian target ekspor tahunan. Target ekspor tahunan nasional kita tadi saya sampaikan 7,10 persen dan dalam semester I ini sudah 7,70 persen," kata Budi.

Ia menambahkan surplus perdagangan terbesar Indonesia saat ini berasal dari Amerika Serikat (AS) dengan nilai US$9,92 miliar hingga semester I-2025. Hal ini menunjukkan daya saing produk Indonesia masih kuat, meskipun skema tarif baru dari AS belum diterapkan.

"Ini pertanda bahwa produk-produk Indonesia masih punya daya saing meskipun ini belum diberlakukan tarif resiprokal. Jadi nanti kita akan monitor terus dan kita tentu akan berupaya setelah dilakukan pemberlakuan tarif resiprokal, ekspor kita tetap terus meningkat," ujar Budi.

Adapun secara sektoral, ekspor Indonesia masih didominasi oleh industri pengolahan (83,81 persen), diikuti pertambangan (13,53 persen) dan pertanian (2,64 persen). Namun dari sisi pertumbuhan, sektor pertanian mencatat kenaikan tertinggi sebesar 49,77 persen, disusul industri pengolahan (16,57 persen), sementara pertambangan mengalami kontraksi 25,23 persen.

Komoditas yang mencatat pertumbuhan ekspor tertinggi antara lain kakao dan olahan (129,86 persen), kopi dan rempah-rempah (86,5 persen), timah dan produk turunannya (80,8 persen), aluminium (74,3 persen), serta berbagai produk kimia (54,12 persen).

Negara tujuan ekspor dengan pertumbuhan tertinggi antara lain Swiss (111,20 persen), Arab Saudi (49,53 persen), Thailand (45,20 persen), Bangladesh (38,09 persen), dan Singapura (28,95 persen).

Sedangkan kawasan dengan pertumbuhan ekspor tertinggi adalah Asia Tengah (92,78 persen), Afrika Barat (57,37 persen), Afrika Timur (52,35 persen), Amerika Selatan (48,76 persen), dan Afrika Selatan (43,62 persen).

(del/agt)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK