Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengaku diprotes pemilik hak atas tanah usai 100 ribu hektare tanah telantar alias nganggur diambil alih negara.
Nusron mengatakan pihaknya terus memproses tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan pemegang hak. Tanah telantar yang ditertibkan itu tersebar di berbagai daerah.
"Tanah telantar kan sudah hampir 100 ribuan (hektare) yang sudah diinikan (diamankan negara) dan ini bergulir terus, dikasih surat terus," kata Nusron usai Talkshow ILASPP di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (6/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menegaskan pemerintah tidak serta-merta mengambil kembali hak kepemilikan atas tanah dari masyarakat. Nusron menyebut Kementerian ATR/BPN memberikan tenggat waktu setidaknya 587 hari kepada pemilik hak atas tanah.
Dalam rentang waktu itu, Nusron menyurati pemilik hak yang tanahnya dianggap tak dimanfaatkan sesuai peruntukan. Jika tak digubris oleh pemilik sertifikat tanah, Nusron bakal mengirimkan surat peringatan pertama, kedua, hingga ketiga.
Anak buah Presiden Prabowo Subianto itu mengaku mendapatkan protes setiap hari dari pihak pemilik yang tanahnya diambil alih negara.
"Kalau sampai segini, sudah dikasih surat cinta apa, memang dia kemudian protes, berarti memang yang bersangkutan itu enggak punya niat untuk mendayagunakan dan memanfaatkan tanah," ucapnya.
"Ya, protes ya tiap hari protes. Namanya orang, di mana haknya dinyatakan telantar, merasa dia punya kan," ujar Nusron.
Politikus Partai Golkar itu menekankan tidak ada yang memiliki tanah, kecuali negara. Ia menyebut masing-masing orang yang mengantongi sertifikat hanya diberikan hak menguasai.
Ia menegaskan tanah-tanah telantar itu nantinya disimpan di Bank Tanah sebagai tanah cadangan untuk negara (TCUN). Tanah telantar itu utamanya bakal dipakai untuk reforma agraria.
Terpisah, Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana mengaku pihaknya mendapat komplain terkait tanah-tanah nganggur. Komplain berasal dari perorangan hingga badan hukum.
Meski begitu, pemerintah tetap melakukan penertiban tanah telantar. Menurutnya, tanah-tanah itu akan digunakan sebagai ruang terbuka hijau.
"Kebutuhan ruang terbuka hijau harus 20 persen. Jadi, tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan itu dijadikan ruang terbuka hijau," ucap Suyus soal potensi pemanfaatan tanah telantar.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan negara akan mengambil alih tanah telantar atau nganggur. Kebijakan itu merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.
Nusron pernah mengatakan ada sekitar 1,4 juta hektare tanah telantar di Indonesia. Tanah-tanah itu akan diambil alih negara secara bertahap dan disalurkan ke kelompok masyarakat yang bisa memanfaatkan.
(skt/dhf)