Melihat Cara BPS Hitung Pertumbuhan Ekonomi di Kala Ramai 5,12 Persen
Kredibilitas Badan Pusat Statistik (BPS) dalam melaporkan data pertumbuhan ekonomi tengah dipertanyakan. Hal itu menyusul rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen pekan ini.
Rilis data membuat banyak ekonom kaget. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang baru saja dirilis menunjukkan data yang jauh di atas ekspektasi dan proyeksi ekonom Tanah Air.
Misalnya, Ekonom BCA David Sumual memproyeksi perekonomian hanya mampu tumbuh di kisaran 4,69 persen sampai 4,81 persen.
Begitu juga dengan Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto yang mengaku kaget karena tidak menyangka pertumbuhan kuartal II-2025 bisa di atas 5 persen.
"Surprising, karena ekspektasi kita di bawah 5 persen," ujar Myrdal.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga mengatakan ada kejanggalan dari data penopang perekonomian yang disampaikan oleh BPS. Misalnya kinerja industri dalam negeri.
"Pertumbuhan ekonomi BPS tidak mencerminkan kondisi riil ekonomi. Ada beberapa data yang janggal, salah satunya soal pertumbuhan industri pengolahan," kata Bhima.
Menjawab kecurigaan itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan data pertumbuhan ekonomi yang disampaikan lembaganya sudah akurat. Ia menegaskan perhitungan dilakukan berdasarkan standar internasional.
"Kan ada standar internasional," kata Amalia di Istana Negara, Rabu (6/8).
Menurutnya, semua data yang dipaparkan sangat mendukung realisasi pertumbuhan ekonomi yang tumbuh 5,12 persen (year on year/yoy) pada kuartal II-2025.
"Data-data pendukungnya udah oke. Udah semua. Pendukungnya sudah mantap lah itu," jelasnya.
Lalu bagaimana sih sebenarnya BPS menghitung pertumbuhan ekonomi dengan berdasar standar internasional itu?
Berdasarkan akun X resmi BPS, @bps_statistics, mereka mengungkap pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB).
Mereka menjelaskan, PDB adalah penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya pada suatu wilayah selama periode tertentu.
"Nah angka penjumlahan tadi itu diukur dalam satuan rupiah berdasarkan harga. Sehingga bisa dibandingkan. Diukur berdasarkan harga berlaku (harga pada tahun berjalan) dan harga konstan (harga pada tahun dasar)," tulis BPS.
Secara rinci, pertumbuhan ekonomi dihitung menggunakan PDB atas dasar harga konstan yaitu dengan cara mengurangi nilai pada periode t (tahunan/triwulanan) terhadap nilai pada periode t-1 (periode sebelumnya), dibagi dengan nilai pada periode t-1 dikalikan dengan 100 (persen).
"Jika pertumbuhan ekonomi bernilai positif artinya perekonomian tumbuh. Sebaliknya jika pertumbuhan ekonomi bernilai negatif artinya perekonomian akan mengalami kontraksi. Jika kontraksi berturut-turut maka dikenal dengan istilah resesi," kata BPS.
PDB sendiri dihitung dari tiga pendekatan yaitu lapangan usaha, pengeluaran, dan pendapatan.
"Sampai saat ini di Indonesia dilakukan melalui pendekatan lapangan usaha dan pengeluaran baik untuk periode triwulanan maupun tahunan," pungkas BPS.
Lihat Juga : |