Sri Mulyani-BPS Jawab Keraguan soal Data Ekonomi 5,12 Persen

CNN Indonesia
Rabu, 06 Agu 2025 19:15 WIB
Menkeu Sri Mulyani mengatakan BPS sudah punya integritas, metodologi yang akurat dalam menghitung pertumbuhan ekonomi.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan BPS sudah punya integritas, metodologi yang akurat dalam menghitung pertumbuhan ekonomi. (ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menkeu Sri Mulyani buka suara soal keraguan sejumlah pihak atas data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2015 yang mencapai 5,12 persen.

Ia meminta semua pihak tak berasumsi. Ia juga meminta masyarakat percaya pada kredibilitas BPS.

Menurutnya, BPS sudah punya metodologi, sumber informasi akurat dalam mengukur pertumbuhan ekonomi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia pun percaya bahwa BPS pasti berpegang pada integritas atas datanya sendiri.

"Kita selama ini menggunakan BPS kan ya. Jadi BPS tentunya menjelaskan mengenai datanya, metodologinya, sumber informasi nya. Kita tetap percaya BPS," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (6/8).

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti juga buka suara soal keraguan sejumlah kalangan atas data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II kemarin. 

Ia menjawab singkat dengan menjelaskan bahwa BPS menggunakan standar internasional dalam mengukur pertumbuhan ekonomi.

Ia juga mengatakan bahwa data pendukung dalam melahirkan angka itu juga sudah cukup mumpuni.

"Kan ada standar internasional. Data-data pendukungnya udah oke. Pendukungnya sudah mantap lah itu," katanya.

Lalu, hal itu juga direspons oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut pencapaian itu sudah sangat baik.

"Saya kira sudah bagus, malah bisa lebih tinggi lagi kalau deregulasinya jalan," ucap Luhut.

BPS mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada kuartal II 2025.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud melaporkan ekonomi RI berdasarkan besaran produk domestik bruto (PDB) kuartal II 2025 atas dasar harga berlaku adalah Rp5.947 triliun. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan senilai Rp3.396,3 triliun

"Sehingga pertumbuhan Indonesia pada kuartal II 2025 bila dibandingkan dengan kuartal II 2024 atau secara yoy tumbuh sebesar 5,12 persen," ucap Edy dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (5/8).

"Bila dibandingkan dengan kuartal I 2025 atau secara quarter to quarter (qtq) tumbuh sebesar 4,04 persen," imbuhnya.

Pada kuartal II 2024 lalu, perekonomian Indonesia tumbuh 5,05 persen yoy. Itu berkat PDB atas dasar harga berlaku yang tembus Rp5.536,5 triliun dan PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp3.231,0 triliun.

Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2025 atau awal tahun ini adalah 4,87 persen secara tahunan.

Namun, data pertumbuhan itu diragukan sejumlah kalangan, salah satunya ekonom.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira misalnya mengatakan ada kejanggalan dari data penopang perekonomian yang disampaikan oleh BPS. Kejanggalan salah satunya terkait kinerja industri dalam negeri.

"Pertumbuhan ekonomi BPS tidak mencerminkan kondisi riil ekonomi. Ada beberapa data yang janggal, salah satunya soal pertumbuhan industri pengolahan," kata Bhima kepada CNNIndonesia.com.

[Gambas:Video CNN]

Menurut Bhima, untuk kinerja industri pengolahan ada selisih yang besar antara data yang disampaikan oleh BPS dan PMI Manufaktur Indonesia.

Berdasarkan data BPS, menurut lapangan usaha, industri pengolahan yang kontribusinya 18,67 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mampu tumbuh 5,68 persen. Hal ini dinilai berbeda dengan kinerja PMI Manufaktur yang turun kian dalam dari level 47,4 menjadi 46,9 per akhir Juni 2025.

Bhima menekankan, data yang kontraksi tersebut bahkan juga tercermin dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih terjadi di sektor padat karya. Penciptaan lapangan kerja juga tidak tumbuh sehingga ia sangat meragukan data yang disampaikan.

"Jadi penjelasannya apa? bagaimana mungkin PHK massal di padat karya meningkat, terjadi efisiensi dari sektor industri, penjualan semen turun, bahkan di sektor hilirisasi juga smelter nikel ada yang berhenti produksi tapi industri tumbuh tinggi, kan aneh," jelas Bhima.

Tak hanya itu, keanehan dilihat Bhima dari kinerja konsumsi rumah tangga yang pertumbuhannya masih di bawah 5 persen atau terealisasi 4,97 persen. Padahal, kontribusinya ke perekonomian sebesar 54,25 persen.

"Idealnya konsumsi rumah tangga tumbuhnya di atas 5 persen agar pertumbuhan ekonomi total jadi 5,12 persen yoy. Jadi ini ada indikasi yang membuat publik meragukan akurasi data BPS," terangnya.

Pertanyaan juga diajukan oleh ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

Mereka mengaku bingung dan mempertanyakan keabsahan data pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,12 persen di kuartal II (Q2) 2025 yang diungkap BPS kemarin.

Pertanyaan diajukan Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho terkait perbedaan data pertumbuhan ekonomi dengan kondisi nyata di lapangan.

Ia juga menyoroti pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang mencapai 5,37 persen (yoy) atau di atas pertumbuhan ekonomi dan menyandingkannya dengan konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,97 persen persen (yoy).

Ia juga menyoroti fenomena rombongan jarang beli (rojali) yang dikeluhkan pengusaha ritel.

"Ketika kami konfirmasi ke retailer dan kami tanyakan asosiasi, tidak terlihat begitu, bahkan fenomena rojali yang mendorong industri ritel tumbuh tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya," kata Andry pada diskusi publik Indef di Jakarta, Rabu (6/8).

Andry mengatakan pertumbuhan ekonomi ini anomali dengan data tersebut. Ini juga anomali karena tidak didukung faktor musiman, seperti lebaran sebagaimana terjadi pada kuartal I 2025 kemarin ataupun kuartal II 2024.

Apalagi pada saat bersamaan, pemerintahan Prabowo juga masih memberlakukan efisiensi anggaran baik untuk rapat atau kunjungan dinas yang biasanya mendorong pertumbuhan sektor perhotelan.

Di tengah kondisi itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan sektor akomodasi dan makan minuman tumbuh 8,04 persen.

"Kita tahu efisiensi seharusnya berdampak pada pertumbuhan akomodasi menurun," ujarnya.

"Apakah data ini sebetulnya vaild sesuai kondisi di lapangan?" ucapnya.

Ekonom senior Indef Mohamad Fadhil Hasan menyoroti pertumbuhan sektor pengolahan alias manufaktur yang tumbuh 5,68 persen. Padahal, indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur kontraksi.

"Bagaimana leading economic indicatornya konstraksi, tapi pertumbuhan meningkat signifikan sekali?" ucap Fadhil.

Dia juga mempertanyakan perbedaan signifikan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen dengan prediksi berbagai lembaga, termasuk pemerintah.

Secara tahunan, ucapnya, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,7-5,1 persen. Kementerian Keuangan memprediksi pertumbuhan 4,7-4,9 persen.

Selain itu, Indef dan beberapa lembaga kajian ekonomi memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2025 4,8-4,95 persen. Begitu pula konsensus 30 ekonom yang memprediksi pertumbuhan 4,79-4,8 persen.

"Kita mendoronglah pemerintah memberikan penjelasan komunikasi lebih lanjut dan mendorong pemerintah melihat secara lebih mendasar lagi dari metodologinya," ucapnya.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menampik anggapan tentang pemerintah merekayasa data. Dia mengatakan sejumlah sektor konsumsi di masyarakat memang menunjukkan pertumbuhan.

"Mana ada (permainan data pertumbuhan ekonomi)," ucap Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (5/8).

(mnf/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER