Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak empat kali sejak awal 2025.
Terbaru, suku bunga dipangkas 25 basis point (bps) menjadi 5 persen pada Agustus 2025, selepas ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen secara tahunan pada kuartal II tahun ini.
"Kapasitas perekonomiannya masih bisa didorong lebih tinggi," ucap Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juli Budi Winantya dalam Pelatihan Wartawan 'Kebijakan BI Jaga Stabilitas dan Dorong Pertumbuhan' di Hotel Melia Yogyakarta, Jumat (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juli kemudian mengutip pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo yang mengatakan output gap Indonesia masih negatif. Karenanya, Bank Indonesia menyebut masih ada ruang penurunan suku bunga.
Perekonomian Indonesia di kuartal II 2025 terbilang moncer, bahkan sampai membuat sejumlah ekonom ragu. Mengingat, realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal sebelumnya cuma 4,87 persen year on year (yoy).
"Pak Gubernur (Gubernur BI Perry Warjiyo) meminta terus mencermati ruang penurunan BI rate lebih lanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi," tegas Juli.
"Tapi dengan tetap memperkirakan prakiraan inflasi yang tetap rendah dalam sasaran dan stabilitas nilai tukar. Juga perlunya mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi lagi, tanpa menimbulkan gangguan terhadap inflasi dan nilai tukar," jelasnya.
Penurunan BI rate pada Agustus 2025 sempat menjadi perbincangan di media sosial. Selain meleset dari prediksi pasar yang meyakini akan ada penahanan suku bunga, timbul juga perdebatan.
Warganet menuding penurunan suku bunga BI ke 5 persen adalah upaya menambal data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tembus 5,12 persen.
Netizen masih meyakini data ekonomi yang moncer itu buah rekayasa dan tak sesuai fakta di lapangan. Oleh karena itu, segelintir masyarakat menilai BI akhirnya mau tak mau tetap menurunkan suku bunga untuk menggenjot konsumsi masyarakat di kuartal-kuartal berikutnya.
Juli menerangkan beberapa sumber pertumbuhan ekonomi yang diragukan tersebut. Adapun penyumbang utamanya datang dari investasi.
"Investasi ini didorong terutama oleh penanaman modal dari dalam negeri," tuturnya.
Kemudian, faktor kedua, konsumsi rumah tangga yang terkait dengan peningkatan mobilitas.
"Mobilitas kita konsumen rumah tangga ini lebih tinggi di kuartal II (2025) dan ini yang mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh cukup tinggi," tuturnya.
Faktor ketiga, peningkatan ekspor barang dan jasa yang terkait dengan kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Secara keseluruhan, tahun ini, BI memperkirakan ekonomi Indonesia bakal tumbuh di kisaran 4,6 persen hingga 5,4 persen.
(skt/sfr)