Kementerian Perdagangan (Kemendag) khawatir aturan pungutan ekspor yang diatur dalam rancangan Undang-undang (RUU) tentang Komoditas Strategis tumpang tindih dengan aturan sebelumnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan Dirjen mengatakan pungutan ekspor sebelumnya sudah diatur dalam beberapa beleid, seperti Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan.
Iqbal mengatakan pungutan ekspor diatur dalam Pasal 46 draf RUU Komoditas Strategis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Pasal 46 terkait pungutan ekspor, penghimpunan dana dari pengusaha perkebunan dalam konteks pungutan ekspor saat ini diatur dalam beberapa peraturan perundangan. Misalnya UU 39/2014, PP 24/2015, kemudian Perpres 132/2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan," kata Iqbal dalam rapat kerja dengan Badan Legislatif DPR, Kamis (4/9).
"Pengaturan kembali menurut hemat kami dalam RUU ini dikhawatirkan akan menjadi tumpang tindih pengaturan," sambungnya.
Iqbali menyorot setiap pelaksanaan ekspor wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis. Kewajiban itu katanya diatur dalam pasal 45 RUU Komoditas Strategis.
Ia khawatir kewajiban verifikasi tersebut akan memberatkan eksportir dan menimbulkan biaya yang tinggi.
"Saat ini tidak ada komoditas perkebunan yang menggunakan instrumen lartas (larangan terbatas) berupa misalnya verifikasi atau penelusuran tarif ekspor," katanya.
Dalam RUU tentang Komoditas Strategis yang dipublikasikan di situs DPR, yang dimaksud komoditas strategis adalah barang dagangan hasil bumi dan budidaya di bidang perkebunan yang layak untuk diperjualbelikan, tukar-menukar, dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu, dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau bahan yang sudah diolah, dan dapat digolongkan menurut mutunya sesuai dengan standar perdagangan nasional atau internasional, yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup sesuai dengan kriteria dan jenis yang ditetapkan berdasarkan RUU.
Dalam RUU itu, komoditas strategis meliputi cengkeh,kakao, karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, sagu, tebu, teh, dan tembakau.
(ldy/agt)