Direktur Utama PLN Energi Primer Indonesia Rakhmad Dewanto mengatakan transisi energi tak bisa dilakukan dengan instan, tetapi butuh proses yang panjang.
Hal itu ia sampaikan dalam acara Leadership Forum Responding to Challenges: Building Young Leaders For Indonesia's Future di Universitas Al Azhar Indonesia, Selasa (9/9).
"Clearly bahwa ke depan kita akan menuju ke energi baru dan terbarukan, tetapi memang ini akan butuh proses," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi bukan berarti kita tiba-tiba berubah, tapi energi fosil yang sekarang ini tetap akan dibutuhkan dan itu gradually baru akan turun secara bertahap," sambungnya.
Lihat Juga : |
Rakhmad mengatakan tantangan saat ini adalah menyeimbangkan keberlanjutan menuju energi hijau dengan keamanan energi. Ia mengatakan energi fosil masih cukup dibutuhkan.
"Ya kita menuju ke green tapi secara in general fossil demand ini masih akan relatif kita butuhkan, oil yang tadi saya sampaikan ini akan peak di 2030, coal sekarang sudah decline. Nah kalau natural gas ini sebenarnya masih akan going up sampai 2050," katanya.
Presiden Prabowo Subianto menargetkan semua pembangkit listrik di Indonesia memakai energi baru terbarukan (EBT) atau energi hijau dalam waktu 10 tahun ke depan.
Prabowo berniat menjadikan Indonesia pelopor energi bersih dunia. Ia mendorong pembangkit-pembangkit listrik menggunakan tenaga surya, hidro, panas bumi, dan bioenergi.
"Kita harus capai 100 persen pembangkitan listrik dari energi baru dan terbarukan dalam waktu 10 tahun atau lebih cepat," kata Prabowo pada Pidato Presiden dalam Rangka Penyampaian RAPBN 2026 dan Nota Keuangan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8).
Ia memastikan APBN 2026 mendukung langkah transformasi energi. Selain itu, APBN 2026 dipastikan mendukung ketahanan energi melalui subsidi, insentif perpajakan, hingga pengembangan EBT.
"Dukungan fiskal pemerintah, yaitu Rp 402,4 triliun untuk pertahanan energi," ujarnya.
(fby/pta)