Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Prabowo Subianto resmi mengguyur insentif "8+4+5" yang diberi nama Program Paket Ekonomi.
Stimulus untuk sisa 2025 itu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta.
Airlangga menyebut ada 8 program akselerasi di 2025, 4 program yang dilanjutkan ke 2026, serta 5 program andalan pemerintah untuk menyerap tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita berharap target 5,2 (persen) kita bisa capai," tegas Airlangga usai Konferensi Pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9).
Mengacu UU Nomor 62 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025, target pertumbuhan ekonomi tahun ini dipatok 5,2 persen year on year (yoy). Walau, pemerintah sempat merevisi ke bawah target tersebut menjadi 4,7 persen-5 persen untuk keseluruhan 2025.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M Rizal Taufikurahman memprediksi efek stimulus "8+4+5" tidak akan instan. Menurutnya, dampak paket ekonomi itu bergantung pada kecepatan penyerapan anggaran dan implementasi di lapangan.
Rizal memproyeksi program-program berbasis bantuan langsung, seperti beras 10 kilogram (kg), diskon iuran BPJS, dan subsidi pekerja informal bakal terasa dampaknya dalam 2 bulan-3 bulan. Ia meyakini manfaat program tersebut juga akan langsung menambah daya beli para penerimanya.
Sementara, manfaat program yang bersifat padat karya, pelatihan, atau perbaikan permukiman akan terasa lebih lama. Rizal memprediksi dampaknya baru bisa dirasakan dalam 3 bulan-6 bulan saat proyek tersebut mulai berjalan dan tenaga kerja terserap.
"Agar benar-benar menghasilkan dampak signifikan pada aktivitas ekonomi, dibutuhkan waktu setidaknya setengah tahun, bahkan hingga 12 bulan. Tergantung konsistensi pelaksanaan dan kondisi eksternal yang mempengaruhi," tuturnya kepada CNNIndonesia.com.
"Paket '8+4+5' sudah mencakup sejumlah program penting, seperti bantuan langsung, insentif pajak, padat karya, tetapi masih ada beberapa hal yang bisa diperkuat," sambung Rizal.
Ia mengatakan paket-paket stimulus di era Prabowo Subianto menunjukkan masalah terbesar pada lambatnya penyerapan anggaran. Di lain sisi, Rizal menilai distribusi paket ekonomi tersebut masih belum merata.
Sang ekonom lalu menyampaikan dua catatan atau evaluasi dari implementasi paket stimulus tersebut. Pertama, skala stimulus yang relatif kecil dibanding kebutuhan sehingga daya dorongnya terbatas bila tidak disinergikan dengan kebijakan lain.
Kedua, stimulus masih lebih dominan di sisi permintaan. Ia menilai dukungan pada sisi penawaran, seperti perbaikan logistik, rantai pasok, dan produktivitas UMKM perlu lebih diprioritaskan agar tak menimbulkan inflasi baru.
Rizal juga menganggap stimulus baru ini masih cukup sulit untuk membantu Presiden Prabowo mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen. Target tersebut diyakini masih relatif menantang bagi Kabinet Merah Putih.
"Paket stimulus '8+4+5' berpotensi memberi tambahan dorongan, khususnya lewat peningkatan konsumsi rumah tangga dan penciptaan lapangan kerja di sektor padat karya. Bila penyerapan stimulus berjalan efektif, ada peluang menjaga momentum pertumbuhan di atas 5 persen hingga akhir tahun," proyeksi Rizal.
"Namun, kontribusinya terhadap pencapaian target 5,2 persen sangat bergantung pada faktor eksternal, seperti stabilitas harga pangan, inflasi, dan kondisi global. Dengan kata lain, stimulus ini penting sebagai penopang, tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya tumpuan untuk mencapai target ambisius tersebut," tegasnya.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Apa yang spesial dari paket ekonomi "8+4+5"?
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat ada upaya Presiden Prabowo Subianto menjangkau kelompok rentan. Sang Kepala Negara juga dianggap berniat memperkuat perlindungan sosial dan mendukung sektor yang sedang melambat.
Ia melihatnya sebagai sinyal bahwa pemerintah mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan jangka pendek dan agenda perbaikan struktural. Kendati demikian, Yusuf menilai masih ada sejumlah kekurangan dari paket ekonomi "8+4+5".
"Paket ini masih meninggalkan sejumlah catatan penting. Stimulus yang langsung menekan beban pengeluaran rumah tangga, seperti diskon tarif listrik atau perluasan bantuan sosial (bansos) tidak terlihat dalam skema kali ini," komentar Yusuf.
Padahal, menurut Yusuf, instrumen tersebut selama ini terbukti efektif menjaga daya beli masyarakat.
Yusuf kemudian menyoroti pemberian bantuan pangan yang hanya dua bulan serta subsidi iuran JKK dan JKM. Ia mengatakan hal tersebut lebih berfungsi sebagai perlindungan sosial dibandingkan upaya meningkatkan daya beli masyarakat.
Ada juga sorotan dalam pemberian insentif fiskal berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP). Yusuf berpesan implementasi stimulus itu perlu diperhatikan secara cermat.
"Tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, manfaatnya berisiko berhenti di tingkat perusahaan dan tidak benar-benar diteruskan kepada pekerja," wanti-wanti sang ekonom.
"Hal yang sama berlaku untuk program padat karya dan magang. Meski bermanfaat dalam menjaga penyerapan tenaga kerja, dampaknya terhadap konsumsi rumah tangga secara agregat relatif terbatas," sambung Yusuf.
Oleh karena itu, tantangan terbesar paket stimulus anyar itu adalah efektivitas implementasi dan keberlanjutannya. Yusuf menyoroti banyaknya program bersifat jangka pendek, sehingga dorongan terhadap ekonomi dikhawatirkan hanya sesaat.
Agar benar-benar berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, ia berharap stimulus dilengkapi dengan instrumen yang lebih strategis. Yusuf juga menekankan pentingnya paket ekonomi yang berdaya ungkit tinggi terhadap daya beli.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda membedah secara spesifik dari sisi anggaran. Ia mencatat gelontoran stimulus pertama dan kedua yang diberikan Prabowo tembus Rp57,5 triliun.
Dampak dari kedua paket awal ternyata dinilai sangat minim bagi konsumsi rumah tangga, meski anggarannya cukup besar. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 melambat dan data kuartal II 2025 meragukan.
"Dengan anggaran jilid ketiga sebesar Rp16,23 triliun, saya tidak banyak berharap akan meningkatkan perekonomian," tutur Huda skeptis.
Huda turut menyoroti program magang untuk 20 ribu fresh graduate selama 6 bulan, di mana berhak atas pendapatan setara upah minimum provinsi (UMP). Ia mengamini program tersebut mampu mendongkrak pendapatan kelas menengah dan Generasi Z yang sedang menganggur.
Kendati demikian, ia menyebut ada masalah dalam keberlanjutan pekerjaan para penerima manfaat setelah program magang rampung.
"Apakah ada jaminan mereka akan lanjut bekerja? Atau perusahaan mencari anak magang lain untuk dibayar lebih murah? Juga harus ada rasa keadilan bagi peserta magang lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Saat ini, pengangguran tertinggi dari SMK, yang memang dipersiapkan untuk langsung bekerja," pesannya kepada pemerintah.
8 program akselerasi di 2025:
1. Program magang lulusan perguruan tinggi (maksimal fresh graduate 1 tahun)
2. Perluasan PPh pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor pariwisata
3. Bantuan pangan Oktober 2025-November 2025
4. Diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi bukan penerima upah (BPU) di sektor transportasi online selama 6 bulan: ojol, ojek pangkalan, sopir, kurir, dan logistik
5. Program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan BPJS Ketenagakerjaan
6. Program padat karya tunai (cash for work): Kementerian Perhubungan Rp1,8 triliun dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Rp3,5 triliun
7. Program deregulasi: Implementasi PP Nomor 28 Tahun 2025
8. Program perkotaan (pilot project DKI Jakarta, yakni perbaikan kualitas permukiman dan penyediaan platform pemasaran untuk gigs UMKM
[Gambas:Photo CNN]
4 program dilanjutkan di 2026:
1. Perpanjangan jangka waktu pemanfaatan PPh Final 0,5 persen bagi wajib pajak UMKM serta penyesuaian penerima PPh Final 0,5 persen bagi wajib pajak UMKM
2. Perpanjangan PPh 21 DTP untuk pekerja di sektor terkait pariwisata
3. PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di industri padat karya
4. Program diskon iuran JKK dan JKM untuk semua BPU
5 program penyerapan tenaga kerja:
1. Operasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP)
2. Replanting di perkebunan rakyat
3. Kampung Nelayan Merah Putih
4. Revitalisasi tambak Pantura
5. Modernisasi kapal nelayan
[Gambas:Video CNN]