ANALISIS

Mampukah Stimulus '8+4+5' yang Diguyur Prabowo Kebut Laju Ekonomi RI?

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Selasa, 16 Sep 2025 07:00 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Prabowo Subianto resmi mengguyur insentif "8+4+5" yang diberi nama Program Paket Ekonomi.

Stimulus untuk sisa 2025 itu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta.

Airlangga menyebut ada 8 program akselerasi di 2025, 4 program yang dilanjutkan ke 2026, serta 5 program andalan pemerintah untuk menyerap tenaga kerja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita berharap target 5,2 (persen) kita bisa capai," tegas Airlangga usai Konferensi Pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9).

Mengacu UU Nomor 62 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025, target pertumbuhan ekonomi tahun ini dipatok 5,2 persen year on year (yoy). Walau, pemerintah sempat merevisi ke bawah target tersebut menjadi 4,7 persen-5 persen untuk keseluruhan 2025.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M Rizal Taufikurahman memprediksi efek stimulus "8+4+5" tidak akan instan. Menurutnya, dampak paket ekonomi itu bergantung pada kecepatan penyerapan anggaran dan implementasi di lapangan.

Rizal memproyeksi program-program berbasis bantuan langsung, seperti beras 10 kilogram (kg), diskon iuran BPJS, dan subsidi pekerja informal bakal terasa dampaknya dalam 2 bulan-3 bulan. Ia meyakini manfaat program tersebut juga akan langsung menambah daya beli para penerimanya.

Sementara, manfaat program yang bersifat padat karya, pelatihan, atau perbaikan permukiman akan terasa lebih lama. Rizal memprediksi dampaknya baru bisa dirasakan dalam 3 bulan-6 bulan saat proyek tersebut mulai berjalan dan tenaga kerja terserap.

"Agar benar-benar menghasilkan dampak signifikan pada aktivitas ekonomi, dibutuhkan waktu setidaknya setengah tahun, bahkan hingga 12 bulan. Tergantung konsistensi pelaksanaan dan kondisi eksternal yang mempengaruhi," tuturnya kepada CNNIndonesia.com.

"Paket '8+4+5' sudah mencakup sejumlah program penting, seperti bantuan langsung, insentif pajak, padat karya, tetapi masih ada beberapa hal yang bisa diperkuat," sambung Rizal.

Ia mengatakan paket-paket stimulus di era Prabowo Subianto menunjukkan masalah terbesar pada lambatnya penyerapan anggaran. Di lain sisi, Rizal menilai distribusi paket ekonomi tersebut masih belum merata.

Sang ekonom lalu menyampaikan dua catatan atau evaluasi dari implementasi paket stimulus tersebut. Pertama, skala stimulus yang relatif kecil dibanding kebutuhan sehingga daya dorongnya terbatas bila tidak disinergikan dengan kebijakan lain.

Kedua, stimulus masih lebih dominan di sisi permintaan. Ia menilai dukungan pada sisi penawaran, seperti perbaikan logistik, rantai pasok, dan produktivitas UMKM perlu lebih diprioritaskan agar tak menimbulkan inflasi baru.

Rizal juga menganggap stimulus baru ini masih cukup sulit untuk membantu Presiden Prabowo mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen. Target tersebut diyakini masih relatif menantang bagi Kabinet Merah Putih.

"Paket stimulus '8+4+5' berpotensi memberi tambahan dorongan, khususnya lewat peningkatan konsumsi rumah tangga dan penciptaan lapangan kerja di sektor padat karya. Bila penyerapan stimulus berjalan efektif, ada peluang menjaga momentum pertumbuhan di atas 5 persen hingga akhir tahun," proyeksi Rizal.

"Namun, kontribusinya terhadap pencapaian target 5,2 persen sangat bergantung pada faktor eksternal, seperti stabilitas harga pangan, inflasi, dan kondisi global. Dengan kata lain, stimulus ini penting sebagai penopang, tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya tumpuan untuk mencapai target ambisius tersebut," tegasnya.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Apa yang spesial dari paket ekonomi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER