Masalah-masalah Kereta Cepat yang Disebut Barang Busuk oleh Luhut
Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang sekarang bernama Whoosh kembali menjadi perbincangan setelah Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap proyek tersebut memiliki segudang masalah.
Luhut bahkan dengan tegas mengatakan proyek tersebut sebagai barang busuk ketika diambil alih olehnya sebagai Ketua Komite Percepatan Pembangunan Kereta Cepat yang dibentuk oleh Presiden ke-7 Joko Widodo pada 2021 lalu.
"Jadi memang saya menerima proyek (Whoosh) sudah busuk itu barang," katanya di Jakarta, Kamis (16/10) lalu.
Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, berikut beberapa permasalahan yang terjadi saat pembangunan kereta cepat atau Whoosh:
1. Nilai Proyek Membengkak
Masalah utama dalam pembangunan Whoosh adalah nilai proyek yang membengkak.
Semula proyek ini ditargetkan hanya memakan dana US$5,13 miliar sekitar Rp76,95 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu) oleh Pemerintah China pada 2015 silam.
Anggaran itu jauh lebih murah dari penawaran Jepang yang memasang angka investasi di US$6,2 miliar atau setara Rp94,2 triliun.
Namun, dalam perjalanannya biaya awal proyek disepakati sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS). Tak henti di situ, biaya proyek terus membengkak.
Pada awal 2021, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya melaporkan di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa kebutuhan investasi proyek tersebut membengkak dari US$6,07 miliar menjadi US$8 miliar atau setara Rp120 triliun.
2. Ingkar Janji Tak Pakai APBN
Presiden ke-7 Joko Widodo dalam banyak kesempatan menegaskan proyek ini tak akan mengambil sepeserpun uang rakyat dalam APBN. Ini sejatinya sejalan dengan isi proposal China yang ditawarkan.
"Kereta cepat tidak menggunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business," kata Jokowi pada September 2015 lalu.
Akan tetapi, Jokowi ingkar dengan janjinya. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,1 triliun melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) pada 2022 lalu untuk menggarap Whoosh.
3. Proyek Serampangan
Pembangunan proyek Whoosh diklaim serampangan. Buktinya dapat dilihat pada pembangunan pilar LRT yang dikerjakan oleh PT KCIC di KM 3 +800.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan pembangunan pilar dilakukan tanpa izin. Bahkan, aksi serampangan ini bisa membahayakan keselamatan pengguna jalan.
PUPR juga menilai pengelolaan sistem drainase proyek tersebut buruk karena tidak dibangun sesuai kapasitas. Pada akhirnya timbul genangan air di Tol Jakarta-Cikampek serta kemacetan pada ruas jalan.
Proyek pun sempat dihentikan selama dua minggu sejak 2 Maret 2020. Ini dilakukan usai surat bernomor BK.03.03-Komite k2/25 terbit pada 27 Februari 2020.
4. Jadwal Operasional Mundur
Kereta Cepat Jakarta-Bandung dibangun sejak 2016 dan ditargetkan rampung pada 2019. Namun, rencana ini molor karena pandemi covid-19.
Pada 2020 lalu, pemerintah menghentikan seluruh pembangunan proyek. Sebab, kalai itu pemerintah memilih fokus pada penanganan covid-19.
Pembangunan Whoosh baru dilanjut pada pertengahan 2021. KCJB pada akhirnya baru resmi beroperasi secara komersial pada 17 Oktober 2023.
5. Lama Balik Modal
Dirut KCIC Dwiyana Slamet Riyadi waktu itu sempat mengatakan butuh 38 tahun untuk mengembalikan modal pembangunan proyek Whoosh.
"Jadi sesuai perhitungan FS (feasibility study) itu di 38 tahun (untuk balik modal)," kata Dwiyana dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI pada November 2022 lalu.
Target balik modal itu lebih cepat dibandingkan dengan masa konsesi KCJB di tangan China yang ditetapkan selama 50 tahun.
Jika masa konsesi lebih lama dari balik modal, maka pemerintah masih perlu membagi keuntungan dengan China, meski sudah balik modal.
(ldy/pta)