Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai kekhawatiran terhadap potensi krisis ekonomi di China tidak beralasan. Sebab, pemerintah Tiongkok memiliki ruang dan instrumen kebijakan yang kuat untuk menjaga stabilitas ekonomi.
"Satu lagi China, dikhawatirkan juga China akan hancur, mereka negara komunis, devisa di tangan mereka, bunga di tangan pemerintah, jadi gampang aja kalau mau kasih stimulus ke perekonomian," ujar Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI, Jakarta Pusat, Senin (3/11).
Ia mengatakan indikasi yang terlihat sejauh ini menunjukkan China masih mampu menjaga fondasi ekonominya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini indikasinya jelas mereka cukup pandai, jadi saya termasuk yang enggak percaya kalau China jatuh dalam waktu dekat," ucapnya.
Purbaya menambahkan saat gejolak ekonomi global meningkat, pemerintah China justru responsif dalam mengambil langkah-langkah ekspansif untuk menjaga momentum pertumbuhan.
"Bahkan kemarin saat gonjang-ganjing, mereka injek uang, legal istilahnya 'enggak jelas', ke perekonomian ratusan miliar dolar, jadi kelihatannya mereka masih akan bagus," kata dia.
Purbaya juga menilai kondisi ekonomi global sebenarnya tidak seburuk yang banyak diperkirakan. Berdasarkan proyeksi Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi global pada 2025 diperkirakan mencapai 2,3 persen dan meningkat menjadi 2,4 persen pada tahun berikutnya.
"Ini global ternyata enggak sejelek yang diperkirakan banyak orang, World Bank prediksinya 2025 masih tumbuh 2,3 persen, tahun depan akan lebih baik 2,4 persen, dan kelihatannya likuiditas di pasar global juga lebih longgar," tuturnya.
Ia menjelaskan ekonomi Amerika Serikat (AS) juga masih memiliki ruang untuk pulih, terutama melalui kebijakan suku bunga yang lebih rendah.
"Kalau saya sih lihat gampang di AS sendiri, pada waktu dia katanya mau hancur-hancur bunganya tinggi di sana, ruang bagi dia untuk mendorong perekonomian masih terbuka lebar, tinggal dia turunkan bunga, ekonominya pasti rebound," ujar Purbaya.
Menurutnya, kekhawatiran terhadap perlambatan global kerap berlebihan.
"Jadi ketika mereka bilang global ekonomi jadi ancaman, saya agak bingung sebetulnya, harusnya enggak, cuma waktu itu mungkin salah baca, dia nakut-nakutin kita jadi susah," ucapnya.
(del/pta)