Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, menegaskan larangan alih fungsi lahan sawah di Bali.
Menteri Nusron mengatakan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) atau area sawah mutlak minimal 87 persen dari total lahan baku sawah (LBS).
Menurut Nusron, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali, LP2B hanya 62 persen dari keseluruhan LBS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Ahli fungsi lahan) Bali ini salah satu yang berbahaya. Kenapa? Karena Perpres Nomor 12 Tahun 2025 mengatakan bahwa target LP2B itu harus 87 persen dari total LBS (Lahan Baku Sawah). Apa itu LP2B? Itu sawah forever, sawah yang tidak bisa diutak-atik seumur hidup," kata Nusron usai Munas Masyarakat Ahli Survei Kadaster Indonesia (Maski) di Sanur, Kota Denpasar, Bali, Selasa (25/11).
"Alih fungsi lahan sekarang kita moratorium. Sudah tidak boleh alih fungsi lahan lagi. Apalagi yang LP2B, lahan pertanian pangan berkelanjutan mutlak tidak boleh dialih fungsi," ucapnya.
Nusron menilai LP2B di Bali masih jauh dari ketentuan perundang-undangan. Ia pun akan segera mengambil tindakan dengan mengumpulkan para kepala daerah di Bali.
"Akan saya tekankan bahwa yang lahan sawah sudah diubah RTRW-nya menjadi tidak sawah, harus dikembalikan menjadi sawah. Wajib," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk pengendalian alih fungsi lahan yang masif terjadi di Pulau Dewata.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Kadistan) Provinsi Bali I Wayan Sunada mengatakan alih fungsi lahan di Bali rata-rata 1.254 hektar per tahun dalam lima tahun terakhir.
Kemudian, untuk data luas sawah di Pulau Bali saat ini mencapai 68.078 hektare.
"Kita coba bayangkan. Semakin tahun lahan kita berkurang, terjadi alih fungsi," kata dia, saat menjadi pembicara di acara peluncuran 'Aplikasi Sapatani dan Diseminasi Hasi Riset Proyek Solusi Digital' di Denpasar, Bali, Selasa (11/11).
(kdf/dhf)