Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memastikan setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum program Makan Bergizi Gratis (MBG) wajib didampingi ahli gizi.
Dadan mengingatkan tiga pilar utama yang wajib dimiliki setiap dapur umum MBG adalah kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan.
"Tiga pilar utama program makan bergizi harus ada satu ka-SPPG (kepala SPPG), dua ahli gizi, tiga akuntan. Ini tidak bisa ditawar, SPPG tidak bisa jalan tanpa tiga pilar ini," jelas Dadan dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (3/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dadan, ahli gizi di tiap SPPG tidak harus diisi oleh lulusan sarjana gizi saja, tetapi bisa lulusan sarjana Kesehatan Masyarakat, Teknologi Pangan, Pengolahan Makanan, dan Keamanan Pangan.
"Hanya untuk ahli gizi selama ini, selalu sarjana gizi. Nah, sekarang boleh sarjana kesehatan masyarakat, boleh sarjana teknologi pangan, boleh sarjana pengolahan makanan, boleh sarjana keamanan pangan," jelasnya.
Kemudian, ia juga membantah pernyataan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) yang menyebut ahli gizi tak langka.
Dadan mengatakan kenyataan di lapangan, antar SPPG memperebutkan ahli gizi yang lulusan sarjana gizi sehingga membuka opsi lulusan dari program studi lain.
"Kenyataan di lapangan sudah terjadi rebutan, antar SPPG memperebutkan ahli gizi yang sarjana gizi. Makanya, kemudian kita buka dari program studi lain supaya tidak terjadi rebutan," pungkas Dadan.
Lihat Juga : |
Berbeda dengan Dadan, Ketua Umum Persagi Doddy Izwardy menyebutkan jumlah ahli gizi di Indonesia memadai untuk memenuhi kebutuhan dapur umum program MBG.
"Enggak (langka). Jadi kan begini, pendidikannya itu (ahli gizi) produksinya sampai 11 ribu setahun. Cuma kan kita tidak tahu mereka ada di mana," kata Doddy di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (19/11) lalu.
Ia menilai keluhan sebagian SPPG soal kesulitan mendapatkan ahli gizi lebih disebabkan distribusi dan mekanisme penugasan, bukan kekurangan tenaga secara nasional.
Ia menambahkan Kementerian Kesehatan telah melakukan pemetaan tenaga gizi, termasuk yang selama ini masih bertugas secara sukarela. Namun, proses perpindahan mereka ke SPPG tetap membutuhkan keputusan pemerintah daerah.
"Apakah mereka bisa pindah ke SPPG, harus ada aturan dari pak bupati, gubernur, seperti itu," katanya.
Dalam pemetaan kebutuhan nasional, Doddy menyampaikan ketersediaan tenaga ahli gizi mencukupi untuk mendukung seluruh SPPG di Indonesia.
"Cukup, seluruh Indonesia. Kami akan membantu itu," ujarnya.
(fln/sfr)