Menurut Audi, pasar tetap membutuhkan insentif untuk mendorong likuiditas. Sementara, pengawasan diperkuat secara paralel melalui peningkatan real-time surveillance dan sanksi yang lebih tegas.
"Selain itu, regulator juga dapat melibatkan anggota bursa hingga asosiasi dalam desain insentif dan tidak menimbulkan distorsi," jelasnya.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengakui praktik saham gorengan memang masih terjadi dan cukup marak di segmen tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ia menilai penggunaan isu tersebut untuk menahan insentif ritel merupakan langkah kebijakan yang keliru.
Menurutnya, hambatan terbesar bukan pada investor ritelnya, melainkan pada lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
"Kalau insentif ditahan, yang dihambat justru proses pendalaman pasar yang selama ini sudah berlangsung baik. Yang harus diberantas adalah pelaku manipulasi harga, bukan partisipasi masyarakat," kata Ronny.
Lebih jauh, Ronny menjelaskan praktik penggorengan tumbuh subur karena kelemahan sistemik, seperti pengawasan real-time yang belum memadai, hukuman yang tidak menimbulkan efek jera, serta transparansi korporasi pada emiten kecil yang masih rendah.
Kondisi itu diperburuk oleh literasi investor yang belum merata dan koordinasi antar-lembaga yang belum optimal.
"Sehingga ruang untuk manipulasi harga menjadi terbuka lebar. Selama biaya untuk berbuat curang lebih kecil dibanding potensi cuan yang didapat dari praktek tersebut, perilaku penggorengan akan terus menggoreng saham di bursa kita," terangnya.
Ronny menilai solusi yang paling mendesak adalah memperkuat pengawasan berbasis teknologi canggih yang mampu mengenali pola manipulasi dalam hitungan menit, bukan setelah kerusakan terjadi.
Selain itu, sanksi pidana yang tegas perlu diberlakukan agar pelaku berpikir dua kali sebelum mencoba menggoreng harga.
"Penegakan hukum juga harus ditingkatkan, bukan hanya denda administratif, tetapi penindakan pidana yang membuat pelaku berpikir dua kali untuk menggoreng saham," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa tata kelola emiten harus diperketat dan koordinasi antara OJK, BEI, PPATK, dan Polri harus dilakukan secara terpadu. Tanpa tiga pilar, teknologi, hukuman tegas, dan tata kelola, aktivitas penggorengan dinilai hampir mustahil diberantas.
"Tanpa tiga ini, yakni teknologi, hukuman yang tegas, dan tata kelola, aktivitas goreng menggoreng tak akan pernah berhenti," pungkasnya.
(sfr)