Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono memastikan banjir yang melanda sejumlah sentra perkebunan sawit di Sumatra tidak akan mengganggu produksi minyak goreng nasional.
Ia menyebut pasokan dalam negeri tetap aman karena kapasitas produksi Indonesia jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan konsumsi.
Sudaryono menjelaskan dalam tata kelola distribusi komoditas pangan terdapat mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) yang mengatur kewajiban pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi meskipun sebagian produksi diekspor, Sudaryono memastikan pasokan untuk konsumsi domestik tetap terjaga sehingga tidak ada kekhawatiran terhadap ketersediaan di dalam negeri.
"Saya kira kalau hitungan kami tidak (berpengaruh ke produksi minyak goreng nasional) ya, karena kita ini produksinya besar ya. Jadi yang diekspor lebih besar daripada yang dikonsumsi," jelas Sudaryono di Kantor Kementan, Jakarta Selatan, Rabu (10/12).
"Ini maksud saya, ini kan ada proses DMO, kemudian kewajiban harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Saya kira no worry ya," tambahnya.
Ia menambahkan kondisi yang perlu dikhawatirkan justru ketika barang tidak tersedia di pasaran. Namun saat ini, menurutnya, stok masih dalam kondisi aman.
"Kita itu worry kalau barangnya enggak ada. Jadi kita dapat anugerah tahun ini kita, kebutuhan beras kita swasembada," ucapnya.
Sudaryono menggambarkan di tengah situasi bencana, kepanikan justru bisa muncul ketika kebutuhan pokok sulit diperoleh. Namun kondisi itu tidak terjadi saat ini karena cadangan masih tersedia.
"Bayangkan di saat bencana begini, kemudian barangnya tuh enggak ada. Apa enggak malah kita makin panik ya?" katanya.
Ia memastikan stok kebutuhan pokok masih tersedia di gudang pemerintah.
"Jadi so far, stoknya ada, ada di gudang Bulog, bahkan ada yang sempat kemarin udah ramai-ramai katanya diambil dalam tanda kutip penjaraan dalam," ujarnya.
Menurut Sudaryono, persoalan utama dalam kondisi darurat bukan pada ketersediaan barang, melainkan pada proses pengambilan dan distribusi di tengah situasi genting.
"Enggak ada masalah, barangnya ada. Yang susah itu kan mau ngambil, barangnya enggak ada. Nah, ini kan diambil dan barangnya ada. Dan orang lagi genting ya sudah. Yang penting kita semua kita layani dulu," katanya.
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera Utara berdampak besar terhadap sektor pertanian, khususnya lahan sawah.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersama Kementerian Pertanian mencatat total lahan pertanian yang terdampak mencapai 38.878 hektare. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.570 hektare dilaporkan mengalami gagal panen atau puso. Estimasi kerugian petani akibat bencana ini mencapai Rp1,132 triliun.
Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Sulaiman Harahap menjelaskan kondisi di Kabupaten Tapanuli Tengah, di mana sebagian lahan sawah berubah menjadi hamparan tanah setelah diterjang banjir.
Kondisi tersebut membuat lahan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk kembali dapat difungsikan sebagai area pertanian produktif.
Di sisi lain, kawasan Sumatra dikenal sebagai salah satu sentra utama perkebunan sawit nasional. Berdasarkan data pemerintah, Provinsi Riau memiliki luas perkebunan sawit sekitar 3,37 juta hektare, sementara Sumatra Utara sekitar 1,57 juta hektare.
Adapun di Provinsi Aceh dan Sumatera Barat, luas kebun sawit masing-masing mencapai sekitar 440 ribu hektare dan 448 ribu hektare.
(del/pta)