ANALISIS

Cemburu Kang Dedi Cuan DKI Tebal, Apa Benar Sistem Pajak RI Tak Adil?

Sakti Darma Abhiyoso | CNN Indonesia
Selasa, 16 Des 2025 07:30 WIB
Keluhan KDM menyingkap lemahnya stuktur PAD. Reformasi pajak harus fokus ke penyempurnaan skema bagi hasil-insentif berdasarkan kontribusi daerah penghasil.
Jeritan Kang Dedi Bermula dari Kejutan Purbaya (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Pengamat Ekonomi Universitas Andalas Syafruddin Karimi menyebut teriakan dari Jawa Barat jelas menguat setelah pemerintah pusat memotong dana TKD. Bukan cuma Jabar, sejumlah kepala daerah bahkan mengaku tidak bisa bergerak karena ruang fiskal menyempit drastis.

Ia kemudian menyinggung Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengakui TKD 2026 turun sekitar Rp226 triliun, yakni dari Rp919,9 triliun menjadi Rp693 triliun. Alasan pemerintah pusat memangkas duit tersebut adalah efisiensi dan dugaan penyimpangan belanja di daerah.

"Kejutan pemotongan ini membuat banyak pemerintah daerah tersadar bahwa ketergantungan berlebihan pada dana pusat sangat berisiko. Satu keputusan politik di Jakarta langsung mengguncang APBD. Suara KDM mencerminkan kebangkitan kesadaran fiskal daerah," ucap Syafruddin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selama ini, provinsi penghasil merasa cukup diam karena transfer masih deras. Begitu keran TKD disempitkan, ketimpangan antara kontribusi dan penerimaan muncul ke permukaan. Artinya, pemotongan TKD memang menjadi pemicu yang mengeraskan nada protes, tetapi sumber kekecewaan terhadap desain perpajakan yang sentralistik sudah lama terakumulasi," tegasnya.

Jika Indonesia mau memperbaiki keadilan fiskal dan memberi perlakuan yang lebih adil kepada daerah, Syafruddin menyarankan reformasi sistem perpajakan di beberapa titik kunci.

Pertama, pemerintah pusat perlu meninjau ulang formula bagi hasil PPh dan PPN dengan memasukkan faktor lokasi produksi, tenaga kerja, dan dampak lingkungan. Kedua, UU HKPD perlu disempurnakan agar ruang local taxing power benar-benar memperkuat PAD berbasis pajak berkualitas.

Ketiga, desain transfer harus memberikan insentif bagi daerah penghasil yang mampu menjaga lingkungan dan menyediakan infrastruktur bagi aktivitas industri nasional. Keempat, memperkuat kapasitas administrasi pajak daerah melalui digitalisasi dan integrasi data agar kewenangan yang diberikan UU HKPD benar-benar dapat dimanfaatkan.

"Dengan paket perubahan seperti ini, reformasi pajak tidak hanya memperbaiki angka di neraca negara, tetapi juga memulihkan rasa keadilan fiskal bagi daerah yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia," pungkasnya.

(pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER