Bank Dunia Soroti Anak Muda RI Banyak Kerja di Sektor Informal
Bank Dunia menyoroti banyaknya anak muda Indonesia yang bekerja di sektor informal.
Hal tersebut tertuang dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Desember 2025.
Dalam laporan tersebut, penyerapan tenaga kerja tercatat naik 1,3 persen (yoy) pada Agustus 2025.
Namun, pekerjaan yang bertambah kebanyakan bergaji rendah, termasuk sektor informal.
"Anak muda yang baru masuk dunia kerja secara tidak proporsional lebih banyak mendapatkan pekerjaan informal dengan kualitas rendah," bunyi laporan tersebut yang diluncurkan pada Selasa (16/12).
Bank Dunia menyoroti anak muda Indonesia memang berhasil mendapatkan pekerjaan, tetapi mereka cenderung tidak memiliki pekerjaan yang stabil dan memberikan perlindungan.
Individu berusia 15-24 tahun yang memasuki dunia kerja umumnya bekerja di sektor informal berlevel rendah.
Lembaga keuangan internasional ini mencatat hanya kurang dari 15 persen yang bekerja di sektor formal di rentang usia tersebut.
Bahkan pada rentang usia 15-35 tahun, sebagian besar masih bertahan di pekerjaan informal berupah rendah sepanjang karier mereka.
Di sisi lain, pekerja formal pun belum tentu terlindungi.
"Hanya 11 persen pekerja upahan formal pada kelompok usia 15-35 tahun yang memiliki perlindungan jaminan sosial lengkap (kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, hari tua, pensiun) serta kontrak kerja tertulis," kata Bank Dunia.
Bank Dunia juga menyoroti upah riil di Indonesia terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Sejak 2018 hingga 2024, rata-rata upah riil turun sekitar 1,1 persen per tahun.
Pekerja dengan keterampilan tinggi mengalami penurunan terbesar, yaitu 2,3 persen per tahun, disusul pekerja dengan keterampilan menengah yang upahnya turun 1,1 persen per tahun.
Sebaliknya, upah riil pekerja dengan keterampilan rendah justru sedikit meningkat sekitar 0,3 persen per tahun.
"Hanya beberapa sektor yang tidak mengalami penurunan upah riil bagi pekerja berkeahlian tinggi adalah manufaktur bernilai tambah tinggi, sektor utilitas (khususnya listrik), serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK)," terang Bank Dunia.
(fby/sfr)