Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menolak memberikan insentif pajak untuk aksi korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti merger hingga konsolidasi.
"Soal insentif pajak untuk aksi korporasi mungkin enggak akan kita kasih," tegas Purbaya dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (18/12).
"Dulu kan ada diskusi, ternyata waktu itu Danantara agak-agak itu, ada sisi komersial di situ. Jadi, akan kita asses sesuai dengan kondisi secara komersial saja," sambungnya saat menjelaskan alasan penolakan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana pemberian insentif pajak awalnya mencuat dari mulut Purbaya. Menurutnya, poin tersebut menjadi salah satu perbincangan dengan CEO Danantara Rosan Roeslani ketika berkunjung ke Kantor Kemenkeu pada Rabu (3/12).
Sang Bendahara Negara kala itu membuka ruang untuk memberikan aturan khusus tentang perpajakan dalam aksi korporasi BUMN.
Anak buah Purbaya bahkan sempat melakukan rapat dengan Danantara pada Jumat (5/12) untuk membahas peluang pemberian perlakuan khusus tersebut.
Namun, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto saat itu menegaskan bahwa rencana tersebut belum final.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu kemudian mengklarifikasi. Menurutnya, tidak ada perlakuan perpajakan khusus bagi BUMN yang berada di bawah naungan Danantara.
"Aksi korporasi BUMN itu yang mereka butuhkan adalah supaya terjadi kemudahan ketika mereka melakukan merger, terutama, ini adalah konsolidasi supaya tercipta value added extra ketika mereka melakukan konsolidasi. Tetapi, kemudian seringkali mereka berhadapan langsung dengan nilai buku Vs nilai pasar dari asetnya ketika mereka melakukan konsolidasi," jelas Febrio.
Setelah konsolidasi, perusahaan bisa memperoleh keuntungan dari peningkatan nilai aset (capital gain).
"Dengan capital gain, yang ada capital gain tax-nya, itu seringkali menjadi hambatan bagi mereka," tuturnya.
Febrio menegaskan sudah ada peraturan menteri keuangan yang memperbolehkan penggunaan nilai buku sebagai acuan capital gain tax. Menurutnya, perlakuan tersebut tidak disebut insentif.
"Ini adalah memastikan mereka tetap membayar pajak sesuai dengan capital gain tersebut, cuma kita berikan pengaturan supaya tidak langsung dibayarkan di satu tahun, di satu hari tersebut, sehingga kita spread sesuai dengan depresiasinya ke depan," bebernya.
(skt/sfr)